Pages

Subscribe:

Labels

Kamis, 21 Maret 2013

Defenisi soil, jenis-jenis soil, dan sifat fisik soil

Pengertian tanah menurut Ensiklopedi Indonesia adalah campuran bagian - bagian batuan dengan material serta bahan organik yang merupakan sisa kehidupan yang timbul pada permukaan bumi akibat erosi dan pelapukan karena proses waktu. Definisi tanah dari waktu ke waktu mengalami pengembanga sebagai berikut.
1. Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Ahli Geologi
Ahli geologi akhir abad XIX mendefinisikan tanah sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit yaitu lapisan partikel halus.

2. Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Pedologi
Pada tahun 1870 seorang ahli pedologi yaitu Dokuchaev mendefinisikan tanah sebagai bahan padat (bahan mineral atau bahan organik) yang terletak dipermukaan, yang telah dan sedang serta terus menerus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor : (1) bahan induk, (2) iklim, (3) organisme, (4) topografi, dan (5) waktu.

3. Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Edaphologi
Seorang ahli edaphologi dari Inggris bernama Dr. H. L. Jones mendefiniskan tanah sebagai media tumbuh tanaman.

4. Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Ilmu Tanah Terkini
Pada tahun 2005 seorang doktor ilmu tanah dari Indonesia bernama Hanafiah mendefiniskan tanah secara lebih komperhensif bahwa tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang hara dan sumber penyuplai hara atau nutrisi (meliputi: senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur essensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, dan Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan.

Setelah melihat dari beberapa pengertian diatas, baik menurut Ensiklopedi Indonesia dan maupun pengertian tanah dari waktu ke waktu yang mengalami perkembangan, ada pula pengertian tanah menurut para ahli.

Pengertian Tanah Menurut Para Ahli :
1. Menurut Hilgard (ahli tanah dari Amerika)
Tanah adalah material lepas - lepas dan agak kering yang dipakai untuk tempat akar tanaman dalam mencari makanan dan sarana pertumbuhan tanaman.
2. Menurut Marbut (ahli tanah Amerika Serikat)
Tanah adalah bagian terluar dari kulit bumi yang biasanya dalam keadaan lepas - lepas, lapisannya bisa sangat tipis dan bisa sangat tebal, perbedaannya dengan lapisan di bawahnya adalah hal warna, struktur, sifat fisik, sifat biologis, komposisi kimia, proses kimia dan morfologinya.
3. Menurut Dokuchaev
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami dibawah pengaruh air, udara, dan macam - macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Tingkat perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil pelapukan.
4. Menurut Ramann
Tanah adalah lapisan terluar dari bumi yang padat yang terdiri dari campuran material batuan dengan sisa - sisa bahan organik.

5. Menurut Jafee
Tanah adalah benda alam yang berlapis - lapis yang disusun dari mineral dan bahan organik, biasanya dalam keadaan lepas - lepas pada kedalaman yang macam - macam, morfologinya berbeda dengan material induknya yang terletak di bawahnya, berbeda - beda dengan sifat dan susunannya, sifat kimia, komposisi, dan sifat biologisnya.
6. Menurut Soil Survey Staff, 1999
Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alam
7. Menurut Schoeder (1972)
Mendefinisikan tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi dan kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman

8. Menurut Menurut Jooffe dan Marbut (1949)
Tanah adalah tubuh alam yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-bahan alam dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdiferensiasi membentuk horizon-horizon mieneral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifat-sifatnya dengan bahan induk yang terletak dibawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun kehidupan biologinya
9. Menurut Darmawijaya (1990)
Mendefinisikan tanah sebagai akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula.

SIFAT FISIK TANAH
A. WARNA TANAH
Warna tanah merupakan salah satu sifat yang mudah dilihat dan menunjukkan sifat dari tanah tersebut. Warna tanah merupakan campuran komponen lain yang terjadi karena mempengaruhi berbagai faktor atau persenyawaan tunggal. Urutan warna tanah adalah hitam, coklat, karat, abu-abu, kuning dan putih (Syarief, 1979).
Warna tanah dengan akurat dapat diukur dengan tiga sifat-sifat prinsip warnanya. Dalam menentukan warna cahaya dapat juga menggunakan Munsell Soil Colour Chart sebagai pembeda warna tersebut. Penentuan ini meliputi penentuan warna dasar atau matrik, warna karatan atau kohesi dan humus. Warna tanah penting untuk diketahui karena berhubungan dengan kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah tersebut, iklim, drainase tanah dan juga mineralogi tanah (Thompson dan Troen, 1978).
Mineral-mineral yang terdapat dalam jumlah tertentu dalam tanah kebanyakan berwarna agak terang (light). Sebagai akibatnya, tanah-tanah itu berwarna agak kelabu terang, jika terdiri dari mineral-mineral serupa itu yang sedikit mengalami perubahan kimiawi.
Warna gelap pada tanah umumnya disebabkan oleh kandungan tinggi dari bahan organik yang terdekomposisi, jadi, dengan cara praktis persentase bahan organik di dalam tanah diestimasi berdasarkan warnanya. Bahan organik di dalam tanah akan mengahsilkan warna kelabu gelap, coklat gelap, kecuali terdapat pengaruh mineral seperti besi oksida ataupun akumulasi garam-garam sehingga sering terjadi modifikasi dari warna-warna di atas.
B. TEKSTUR
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dalam persen (%) antara fraksi-fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur erat hubungannya dengan plastisitas, permeabilitas, keras dan kemudahan, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerah geografis tertentu (Hakim et al, 1986).
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif berbagai golongan besar, partikel tanah dalam suatu massa tanah terutama perbandingan relatif suatu fraksi liat, debu dan pasir. Tekstur dapat menentukan tata air dalam tanah berupa akecepatanm infiltrasinya, penetrasi setta kemampuan mengikat air (Kartosapoetra, 1988).
Jika beberapa contoh tanah ditetapkan atau dianalisa di laboratorium, maka hasilnya selalu memperlihatkan bahwa tanah itu mengandung partikel-partikel yang beraneka ragam ukurannya, ada yang berukuran koloi, sangat halus, halus, kasar dan sangat kasar.
Partikel-partikel ini telah dibagi ke dalam grup atau kelompok-kelompok atas dasar ukuran diameternya, tanpa memandang komposisi kimianya, warna, berat atau sifat lainnya. Kelompok partikel ini pula disebut dengan “separate tanah”. Analisa partikel laboratorium dimana partikel-partikel tanah itu dipisahkan disebut analisa mekanis. Dalam analisa ini ditetapkan distribusi menurut ukuran-ukuran partikel tanah (Hakim et al, 1986).
Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya serap air, ketersediaan air di dalama tanah, besar aerasi, infiltrasi dan laju pergerakan air (perkolasi). Dengan demikian maka secara tidak langsung tekstur tanah juga dapat mempengaruhi perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisien dalam pemupukan. Tekstur dapat ditentukan dengan metode, yaitu dengan metode pipet dan metode hydrometer, kedua metode tersebut ditentukan berdasarkan perbedaan kecepatan air partikel di dalam air (Hakim et al, 1986).
C. STRUKTUR
Struktur tanah digunakan untuk menunjukkan ukuran partikel-partikel tanah seperti pasir , debu dan liat yang membentuk agregat satu dengan yang lainnya yang dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Agregat yang terbentuk secara alami disebut dengan ped. Struktur yang daapat memodifikasi pengaruh terkstur dalam hubungannya dengan kelembaban porositas, tersedia unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pengaruh permukaan akar.
Tipe struktur terdapat empat bentuk utamanya yaitu :
a. bentuk lempung
b. bentuk prisma
c. bentuk gumpal
d. bentuk spheroidel atau bulat

Keempat bentuk utama di atas akhirnya menghasilkan tujuh tipe struktur tanah. Suatu pengertian tentang sebab-sebab perkembangan struktur di dalam tanah perlu diperhatikan, karena sturktur tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat berubah karena pengelolaan tanah.
Struktur dapat berkembang dari butir-butir tunggal ataupun kondisi massive. Dalam rangka menghasilkan agregat-agregat dimana harus terdapat beberapa mekanisme dalam mana partikel-partikel tanah mengelompok bersama-sama menjadi cluster. Pembentukan ini kadang-kadang sampai ke tahap perkembangan struktural yang mantap.
Struktur tanah dapat memodifikasi pengaruh tekstur dalam hubungannya dalam kelembaban, porositas, tersedianya unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pertumbuhan akar. Struktur lapisan olah dipengaruhi oleh praktis dan di mana aerasi dan drainase membatasi pertumbuhan tanaman, sistem pertanaman yang mampu menjaga kemantapan agregat tanah akan memberikan hasil yang tinggi bagi produksi pertanian (Hakim et al., 1986).
D. KADAR AIR
Menurut Hakim et al (1986), metode umum yang biasa dipakai untuk menentukan jumlah air yang dikandung oleh tanah adalah persentase terhadap tanah kering. Bobot tanah yang lembab dalam hal ini dipakai karena kedaaan lembab sering bergejolak dengan keadaan air.
Kadar dan ketersediaan air tanah sebenarnya pada setiap koefisien umum bervariasi terutama tergantung pada tekstur tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa kimiawi dan kedalaman solum/lapisan tanah. Di samping itu, faktor iklim dan tanaman juga menentukan kadar dan ketersediaan air tanah. Faktor iklim juga berpengaruh meliputi curah hujan, temperatur dan kecepatan yang pada prinsipnya terkait dengan suplai air dan evapotranirasi. Faktor tanaman yang berpengaruh meliputi bentuk dan kedalaman perakaran, toleransi terhadap kekeringan serta tingkat dan stadia pertumbuhan, yang pada prinsipnya terkait dengan kebutuhan air tanaman (Hanafiah, 2005).
E. BULK DENSITY (KERAPATAN ISI)
Kerapatan isi adalah berat per satuan volume tanah kering oven, biasanya ditetapkan dalam g/cc (Hakim et al, 1986). Menurut Hardjowigeno (1987), bulk density dapat digunakan untuk menghitung ruang pori total dengan dasar bahwa kerapatan zarah tanah adalah 2,65 g/cc. Metode penentuan bulk density yang paling sering digunakan adalah dengan ring sampel atau metode clod gumpalan tanah yang dicelupkan ke dalam cairan plastik yang kemudian ditimbang dan di dalam air untuk mengetahui berat dan volume dari clod gumpalan isi.
Ditambahkan oleh Hanafiah (2005), bahwa nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat.
F. RUANG PORI TOTAL
Ruang pori total adalah volume dari tanah yang ditempati oleh udara dan air. Persentase volume ruang pori total disebut porositas. Untuk menentukan porositas, contoh tanah ditempatkan pada tempat berisi air sehingga jenuh dan kemudian cores ini ditimbang. Perbedaan berat antara keadaan jenuh air dan core yang kering oven merupakan volume ruang pori. Untuk 400 cm3 cores yang berisi 200 gr (200 cm3) air pada kondisi jenuh porositas tanahnya akan mencapai 50% (Foth, 1988).
Tanah dengan tekstur halus mempunyai kisaran ukuran dan bentuk partikelnya yang luas. Hal ini telah ditekankan bahwa tanah permukaan yang berpasir mempunyai porositras kecil daripada tanah liat. Berarti bahwa tanah pasir mempunyai volume yang lebih sedikit ditempati oleh ruang pori. Ruang pori total pada tanah pasir mungkin rendah tetapi mempunyai proporsi yang besar yang disusun daripada komposisi pori-pori yang besar yang sangat efisien dalam pergerakan udara dan airnya. Persentase volume yang dapat terisi oleh pori-pori kecil pada tanah pasir rendah yang menyebabkan kapasitas menahan airnya rendah. Sebaliknya tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus memiliki ruang pori total lebih banyak dan proporsinya relatif besar yang disusun oleh pori kecil. Akibatnya adalah atanah mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi.
G. INFILTRASI
Infiltrasi dari segi hidrologi penting, karena hal ini menandai peralihan dari air permukaan yang bergerak cepat ke air tanah yang bergerak lambat dan air tanah. Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiknya dan derajat kemampatannya, kandungan air dan permebilitas lapisan bawah permukaan, nisbi air, dan iklim mikro tanah. Air yang berinfiltrasi pada sutu tanah hutan karena pengaruh gravitasi dan daya tarik kapiler atau disebabkan juga oleh tekanan dari pukulan air hujan pada permukaan tanah.
Infiltrasi adalah proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Perkolasi adalah gerakan aliran air di dalam tanah (dari zone of aeration ke zone of saturation). Infiltrasi berpengaruh terhadap saat mulai terjadinya aliran permukaan dan juga berpengaruh terhadap laju aliran permukaan (run off).
Faktor yang Berpengaruh Terhadap Laju Infiltrasi
Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah :
1. Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh.
2. Kelembaban tanah
3. Pemampatan tanah oleh curah hujan
4. Penyumbatan oleh bahan yang halus (bahan endapan)
5. Pemampatan oleh orang dan hewan
6. Struktur tanah
7. Tumbuh-tumbuhan
8. Udara yang terdapat dalam tanah
9. Topografi
10. Intensitas hujan
11. Kekasaran permukaan
12. Mutu air
13. Suhu udara
14. Adanya kerak di permukaan.
H. PERMEABILITAS
Semua jenis tanah bersifat lolos air (permeable) dimana air bebas mengalir melalui ruang-ruang kosong (pori-pori) yang ada di antara butiran-butiran tanah. Tekanan pori diukur relatif terhadap tekanan atmosfer dan permukaan lapisan tanah yang tekanannya sama dengan tekanan atmosfer dinamakan muka air tanah atau permukaan freasik, di bawah muka air tanah. Tanah diasumsikan jenuh walaupun sebenarnya tidak demikian karena ada rongga-rongga udara.
Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur dan tekstur serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam menaikkan laju permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi dan dengan demikian, menurunkan laju air larian.
Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya.
Menurut Susanto dan Purnomo (1996), pada kebanyakan tanah, pada kenyataan konduktivitas hidroulik tidak selamanya tetap. Karena berbagai proses kimia, fisika dan biologi, konduktivitas hidroulik bisa berubah saat air masuk dan mengalir ke dalam tanah. Perubahan yang terjadi pada komposisi ion kompleks yang dapat dipertukarkanseperti saat air memasuki tanah mempunyai komposisi atau konsentrasi zat terlarut yang berbeda dengan larutan awal, bisa sangat merubah konduktivitas hidroulik. Secara umum konduktivitas akan berkurang bila konsentrasi zat terlarut elektrolit berkurang, disebabkan oleh penomena pengembangan dan dispersi yang juga dipengaruhu oleh jeni-jenis kation yang ada pelepasan dan perpindahan partikel-partikel lempung, selama aliran yang lam, bisa menghasilkan penyumbatan pori. Interaksi zat terlarut dan matrik tanah dan pengaruhnya terhadap konduktivitas hidroulik khususnya penting pada tanah-tanah masam dan berkadar natrium tinggi.
I. STABILITAS AGREGAT
Kemantapan agregat adalah ketahanan rata-rata agregat tanah melawan pendispersi oleh benturan tetes air hujan atau penggenangan air. Kemantapan tergantung padaketahanan jonjot tanah melawan daya dispersi air dan kekuatan sementasi atau pengikatan, Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kemantapan agregat antara lain bahan-bahan penyemen agregat tanah, bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi Stabilitas agregat yang terbentuk tergantung pada keutuhan tanag permukaan agregat pada saat rehidrasi dan kekuatan ikatan antarkoloid-partikel di dalam agregat pada saat basah. Pentingnya peran lendir (gum) microbial sebagai agen pengikat adalah menjamin kelangsungan aktivitas mikroba dalam proses pembentukan ped dan agregasi.
JENIS-JENIS TANAH
Interaksi antara faktor-faktor pembentuk tanah akan menghasilkan tanah dengan sifat-sifat yang berbeda. Berdasarkan pada faktor pembentuk dan sifat tanah inilah, beberapa ahli mengklasifikasikan tanah dengan klasifikasi yang berbeda. Tingkat kategori yang sudah banyak dikembangkan dalam survei dan pemetaan tanah di Indonesia, yaitu tingkat kategori jenis (great soil group). Klasifikasi jenis-jenis tanah pada tingkat tersebut sering digunakan untuk mengelompokkan tanah di Indonesia.
a. Tanah Organosol atau Tanah Gambut
Tanah jenis ini berasal dari bahan induk organik dari hutan rawa, mempunyai ciri warna cokelat hingga kehitaman, tekstur debulempung, tidak berstruktur, konsistensi tidak lekat sampai dengan agak lekat, dan kandungan unsur hara rendah. Tanah ini terbentuk karena adanya proses pembusukan dari sisa-sisa tumbuhan rawa. Banyak terdapat di rawa Sumatra, Kalimantan, dan Papua, kurang baik untuk pertanian maupun perkebunan karena derajat keasaman tinggi.
b. Tanah Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan. Bahannya berasal dari material halus yang diendapkan oleh aliran sungai. Oleh karena itu, tanah jenis ini banyak terdapat di daerah datar sepanjang aliran sungai.
c. Tanah Regosol
Tanah ini merupakan endapan abu vulkanik baru yang memiliki butir kasar. Penyebaran terutama pada daerah lereng gunung api. Tanah ini banyak terdapat di daerah Sumatra bagian timur dan barat, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
d. Tanah Litosol
Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak begitu tebal. Bahannya berasal dari jenis batuan beku yang belum mengalami proses pelapukan secara sempurna. Jenis tanah ini banyak ditemukan di lereng gunung dan pegunungan di seluruh Indonesia.
e. Tanah Latosol
Latosol tersebar di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan ketinggian tempat berkisar 300–1.000 meter. Tanah ini terbentuk dari batuan gunung api kemudian mengalami proses pelapukan lanjut.
f. Tanah Grumusol
Jenis ini berasal dari batu kapur, batuan lempung, tersebar di daerah iklim subhumid atau subarid, dan curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun.
g. Tanah Podsolik
Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan kering, curah hujan lebih 2.500 mm/tahun. Tekstur lempung hingga berpasir, kesuburan rendah hingga sedang, warna merah, dan kering.
h. Tanah Podsol
Jenis tanah ini berasal dari batuan induk pasir. Penyebaran di daerah beriklim basah, topografi pegunungan, misalnya di daerah Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, dan Papua Barat. Kesuburan tanah rendah.
i. Tanah Andosol
Tanah jenis ini berasal dari bahan induk abu vulkan. Penyebaran di daerah beriklim sedang dengan curah hujan di atas 2.500 mm/tahun tanpa bulan kering. Umumnya dijumpai di daerah lereng atas kerucut vulkan pada ketinggian di atas 800 meter. Warna tanah jenis ini umumnya cokelat, abu-abu hingga hitam.
j. Tanah Mediteran Merah Kuning
Tanah jenis ini berasal dari batuan kapur keras (limestone). Penyebaran di daerah beriklim subhumid, topografi karst dan lereng vulkan dengan ketinggian di bawah 400 m. Warna tanah cokelat hingga merah. Khusus tanah mediteran merah kuning di daerah topografi karst disebut ”Terra Rossa”.
k. Hidromorf Kelabu
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal yaitu topografi yang berupa dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, dan warna kelabu hingga kekuningan.
Selengkapnya...

Defenisi Soil, Sifat fisik soil dan jenis soil


Pengertian tanah menurut Ensiklopedi Indonesia adalah campuran bagian - bagian batuan dengan material serta bahan organik yang merupakan sisa kehidupan yang timbul pada permukaan bumi akibat erosi dan pelapukan karena proses waktu. Definisi tanah dari waktu ke waktu mengalami pengembanga sebagai berikut.
1. Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Ahli Geologi
Ahli geologi akhir abad XIX mendefinisikan tanah sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit yaitu lapisan partikel halus.

2. Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Pedologi
Pada tahun 1870 seorang ahli pedologi yaitu Dokuchaev mendefinisikan tanah sebagai bahan padat (bahan mineral atau bahan organik) yang terletak dipermukaan, yang telah dan sedang serta terus menerus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor : (1) bahan induk, (2) iklim, (3) organisme, (4) topografi, dan (5) waktu.

3. Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Edaphologi
Seorang ahli edaphologi dari Inggris bernama Dr. H. L. Jones mendefiniskan tanah sebagai media tumbuh tanaman.

4. Definisi Tanah Berdasarkan Pendekatan Ilmu Tanah Terkini
Pada tahun 2005 seorang doktor ilmu tanah dari Indonesia bernama Hanafiah mendefiniskan tanah secara lebih komperhensif bahwa tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran penopang tumbuh tegaknya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang hara dan sumber penyuplai hara atau nutrisi (meliputi: senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur essensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, dan Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan.

Setelah melihat dari beberapa pengertian diatas, baik menurut Ensiklopedi Indonesia dan maupun pengertian tanah dari waktu ke waktu yang mengalami perkembangan, ada pula pengertian tanah menurut para ahli.

Pengertian Tanah Menurut Para Ahli :
1. Menurut Hilgard (ahli tanah dari Amerika)
Tanah adalah material lepas - lepas dan agak kering yang dipakai untuk tempat akar tanaman dalam mencari makanan dan sarana pertumbuhan tanaman.
2. Menurut Marbut (ahli tanah Amerika Serikat)
Tanah adalah bagian terluar dari kulit bumi yang biasanya dalam keadaan lepas - lepas, lapisannya bisa sangat tipis dan bisa sangat tebal, perbedaannya dengan lapisan di bawahnya adalah hal warna, struktur, sifat fisik, sifat biologis, komposisi kimia, proses kimia dan morfologinya.
3. Menurut Dokuchaev
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami dibawah pengaruh air, udara, dan macam - macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Tingkat perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil pelapukan.
4. Menurut Ramann
Tanah adalah lapisan terluar dari bumi yang padat yang terdiri dari campuran material batuan dengan sisa - sisa bahan organik.

5. Menurut Jafee
Tanah adalah benda alam yang berlapis - lapis yang disusun dari mineral dan bahan organik, biasanya dalam keadaan lepas - lepas pada kedalaman yang macam - macam, morfologinya berbeda dengan material induknya yang terletak di bawahnya, berbeda - beda dengan sifat dan susunannya, sifat kimia, komposisi, dan sifat biologisnya.
6. Menurut Soil Survey Staff, 1999
Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alam
7. Menurut Schoeder (1972)
Mendefinisikan tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi dan kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman

8. Menurut Menurut Jooffe dan Marbut (1949)
Tanah adalah tubuh alam yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya alam terhadap bahan-bahan alam dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdiferensiasi membentuk horizon-horizon mieneral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifat-sifatnya dengan bahan induk yang terletak dibawahnya dalam hal morfologi, komposisi kimia, sifat-sifat fisik maupun kehidupan biologinya
9. Menurut Darmawijaya (1990)
Mendefinisikan tanah sebagai akumulasi tubuh alam bebas, menduduki sebagain besar permukaan palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu tertentu pula.

SIFAT FISIK TANAH
A. WARNA TANAH
Warna tanah merupakan salah satu sifat yang mudah dilihat dan menunjukkan sifat dari tanah tersebut. Warna tanah merupakan campuran komponen lain yang terjadi karena mempengaruhi berbagai faktor atau persenyawaan tunggal. Urutan warna tanah adalah hitam, coklat, karat, abu-abu, kuning dan putih (Syarief, 1979).
Warna tanah dengan akurat dapat diukur dengan tiga sifat-sifat prinsip warnanya. Dalam menentukan warna cahaya dapat juga menggunakan Munsell Soil Colour Chart sebagai pembeda warna tersebut. Penentuan ini meliputi penentuan warna dasar atau matrik, warna karatan atau kohesi dan humus. Warna tanah penting untuk diketahui karena berhubungan dengan kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah tersebut, iklim, drainase tanah dan juga mineralogi tanah (Thompson dan Troen, 1978).
Mineral-mineral yang terdapat dalam jumlah tertentu dalam tanah kebanyakan berwarna agak terang (light). Sebagai akibatnya, tanah-tanah itu berwarna agak kelabu terang, jika terdiri dari mineral-mineral serupa itu yang sedikit mengalami perubahan kimiawi.
Warna gelap pada tanah umumnya disebabkan oleh kandungan tinggi dari bahan organik yang terdekomposisi, jadi, dengan cara praktis persentase bahan organik di dalam tanah diestimasi berdasarkan warnanya. Bahan organik di dalam tanah akan mengahsilkan warna kelabu gelap, coklat gelap, kecuali terdapat pengaruh mineral seperti besi oksida ataupun akumulasi garam-garam sehingga sering terjadi modifikasi dari warna-warna di atas.
B. TEKSTUR
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dalam persen (%) antara fraksi-fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur erat hubungannya dengan plastisitas, permeabilitas, keras dan kemudahan, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerah geografis tertentu (Hakim et al, 1986).
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif berbagai golongan besar, partikel tanah dalam suatu massa tanah terutama perbandingan relatif suatu fraksi liat, debu dan pasir. Tekstur dapat menentukan tata air dalam tanah berupa akecepatanm infiltrasinya, penetrasi setta kemampuan mengikat air (Kartosapoetra, 1988).
Jika beberapa contoh tanah ditetapkan atau dianalisa di laboratorium, maka hasilnya selalu memperlihatkan bahwa tanah itu mengandung partikel-partikel yang beraneka ragam ukurannya, ada yang berukuran koloi, sangat halus, halus, kasar dan sangat kasar.
Partikel-partikel ini telah dibagi ke dalam grup atau kelompok-kelompok atas dasar ukuran diameternya, tanpa memandang komposisi kimianya, warna, berat atau sifat lainnya. Kelompok partikel ini pula disebut dengan “separate tanah”. Analisa partikel laboratorium dimana partikel-partikel tanah itu dipisahkan disebut analisa mekanis. Dalam analisa ini ditetapkan distribusi menurut ukuran-ukuran partikel tanah (Hakim et al, 1986).
Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya serap air, ketersediaan air di dalama tanah, besar aerasi, infiltrasi dan laju pergerakan air (perkolasi). Dengan demikian maka secara tidak langsung tekstur tanah juga dapat mempengaruhi perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisien dalam pemupukan. Tekstur dapat ditentukan dengan metode, yaitu dengan metode pipet dan metode hydrometer, kedua metode tersebut ditentukan berdasarkan perbedaan kecepatan air partikel di dalam air (Hakim et al, 1986).
C. STRUKTUR
Struktur tanah digunakan untuk menunjukkan ukuran partikel-partikel tanah seperti pasir , debu dan liat yang membentuk agregat satu dengan yang lainnya yang dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Agregat yang terbentuk secara alami disebut dengan ped. Struktur yang daapat memodifikasi pengaruh terkstur dalam hubungannya dengan kelembaban porositas, tersedia unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pengaruh permukaan akar.
Tipe struktur terdapat empat bentuk utamanya yaitu :
a. bentuk lempung
b. bentuk prisma
c. bentuk gumpal
d. bentuk spheroidel atau bulat

Keempat bentuk utama di atas akhirnya menghasilkan tujuh tipe struktur tanah. Suatu pengertian tentang sebab-sebab perkembangan struktur di dalam tanah perlu diperhatikan, karena sturktur tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat berubah karena pengelolaan tanah.
Struktur dapat berkembang dari butir-butir tunggal ataupun kondisi massive. Dalam rangka menghasilkan agregat-agregat dimana harus terdapat beberapa mekanisme dalam mana partikel-partikel tanah mengelompok bersama-sama menjadi cluster. Pembentukan ini kadang-kadang sampai ke tahap perkembangan struktural yang mantap.
Struktur tanah dapat memodifikasi pengaruh tekstur dalam hubungannya dalam kelembaban, porositas, tersedianya unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pertumbuhan akar. Struktur lapisan olah dipengaruhi oleh praktis dan di mana aerasi dan drainase membatasi pertumbuhan tanaman, sistem pertanaman yang mampu menjaga kemantapan agregat tanah akan memberikan hasil yang tinggi bagi produksi pertanian (Hakim et al., 1986).
D. KADAR AIR
Menurut Hakim et al (1986), metode umum yang biasa dipakai untuk menentukan jumlah air yang dikandung oleh tanah adalah persentase terhadap tanah kering. Bobot tanah yang lembab dalam hal ini dipakai karena kedaaan lembab sering bergejolak dengan keadaan air.
Kadar dan ketersediaan air tanah sebenarnya pada setiap koefisien umum bervariasi terutama tergantung pada tekstur tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa kimiawi dan kedalaman solum/lapisan tanah. Di samping itu, faktor iklim dan tanaman juga menentukan kadar dan ketersediaan air tanah. Faktor iklim juga berpengaruh meliputi curah hujan, temperatur dan kecepatan yang pada prinsipnya terkait dengan suplai air dan evapotranirasi. Faktor tanaman yang berpengaruh meliputi bentuk dan kedalaman perakaran, toleransi terhadap kekeringan serta tingkat dan stadia pertumbuhan, yang pada prinsipnya terkait dengan kebutuhan air tanaman (Hanafiah, 2005).
E. BULK DENSITY (KERAPATAN ISI)
Kerapatan isi adalah berat per satuan volume tanah kering oven, biasanya ditetapkan dalam g/cc (Hakim et al, 1986). Menurut Hardjowigeno (1987), bulk density dapat digunakan untuk menghitung ruang pori total dengan dasar bahwa kerapatan zarah tanah adalah 2,65 g/cc. Metode penentuan bulk density yang paling sering digunakan adalah dengan ring sampel atau metode clod gumpalan tanah yang dicelupkan ke dalam cairan plastik yang kemudian ditimbang dan di dalam air untuk mengetahui berat dan volume dari clod gumpalan isi.
Ditambahkan oleh Hanafiah (2005), bahwa nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat.
F. RUANG PORI TOTAL
Ruang pori total adalah volume dari tanah yang ditempati oleh udara dan air. Persentase volume ruang pori total disebut porositas. Untuk menentukan porositas, contoh tanah ditempatkan pada tempat berisi air sehingga jenuh dan kemudian cores ini ditimbang. Perbedaan berat antara keadaan jenuh air dan core yang kering oven merupakan volume ruang pori. Untuk 400 cm3 cores yang berisi 200 gr (200 cm3) air pada kondisi jenuh porositas tanahnya akan mencapai 50% (Foth, 1988).
Tanah dengan tekstur halus mempunyai kisaran ukuran dan bentuk partikelnya yang luas. Hal ini telah ditekankan bahwa tanah permukaan yang berpasir mempunyai porositras kecil daripada tanah liat. Berarti bahwa tanah pasir mempunyai volume yang lebih sedikit ditempati oleh ruang pori. Ruang pori total pada tanah pasir mungkin rendah tetapi mempunyai proporsi yang besar yang disusun daripada komposisi pori-pori yang besar yang sangat efisien dalam pergerakan udara dan airnya. Persentase volume yang dapat terisi oleh pori-pori kecil pada tanah pasir rendah yang menyebabkan kapasitas menahan airnya rendah. Sebaliknya tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus memiliki ruang pori total lebih banyak dan proporsinya relatif besar yang disusun oleh pori kecil. Akibatnya adalah atanah mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi.
G. INFILTRASI
Infiltrasi dari segi hidrologi penting, karena hal ini menandai peralihan dari air permukaan yang bergerak cepat ke air tanah yang bergerak lambat dan air tanah. Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisiknya dan derajat kemampatannya, kandungan air dan permebilitas lapisan bawah permukaan, nisbi air, dan iklim mikro tanah. Air yang berinfiltrasi pada sutu tanah hutan karena pengaruh gravitasi dan daya tarik kapiler atau disebabkan juga oleh tekanan dari pukulan air hujan pada permukaan tanah.
Infiltrasi adalah proses masuknya air dari permukaan ke dalam tanah. Perkolasi adalah gerakan aliran air di dalam tanah (dari zone of aeration ke zone of saturation). Infiltrasi berpengaruh terhadap saat mulai terjadinya aliran permukaan dan juga berpengaruh terhadap laju aliran permukaan (run off).
Faktor yang Berpengaruh Terhadap Laju Infiltrasi
Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah :
1. Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh.
2. Kelembaban tanah
3. Pemampatan tanah oleh curah hujan
4. Penyumbatan oleh bahan yang halus (bahan endapan)
5. Pemampatan oleh orang dan hewan
6. Struktur tanah
7. Tumbuh-tumbuhan
8. Udara yang terdapat dalam tanah
9. Topografi
10. Intensitas hujan
11. Kekasaran permukaan
12. Mutu air
13. Suhu udara
14. Adanya kerak di permukaan.
H. PERMEABILITAS
Semua jenis tanah bersifat lolos air (permeable) dimana air bebas mengalir melalui ruang-ruang kosong (pori-pori) yang ada di antara butiran-butiran tanah. Tekanan pori diukur relatif terhadap tekanan atmosfer dan permukaan lapisan tanah yang tekanannya sama dengan tekanan atmosfer dinamakan muka air tanah atau permukaan freasik, di bawah muka air tanah. Tanah diasumsikan jenuh walaupun sebenarnya tidak demikian karena ada rongga-rongga udara.
Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur dan tekstur serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam menaikkan laju permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi dan dengan demikian, menurunkan laju air larian.
Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya.
Menurut Susanto dan Purnomo (1996), pada kebanyakan tanah, pada kenyataan konduktivitas hidroulik tidak selamanya tetap. Karena berbagai proses kimia, fisika dan biologi, konduktivitas hidroulik bisa berubah saat air masuk dan mengalir ke dalam tanah. Perubahan yang terjadi pada komposisi ion kompleks yang dapat dipertukarkanseperti saat air memasuki tanah mempunyai komposisi atau konsentrasi zat terlarut yang berbeda dengan larutan awal, bisa sangat merubah konduktivitas hidroulik. Secara umum konduktivitas akan berkurang bila konsentrasi zat terlarut elektrolit berkurang, disebabkan oleh penomena pengembangan dan dispersi yang juga dipengaruhu oleh jeni-jenis kation yang ada pelepasan dan perpindahan partikel-partikel lempung, selama aliran yang lam, bisa menghasilkan penyumbatan pori. Interaksi zat terlarut dan matrik tanah dan pengaruhnya terhadap konduktivitas hidroulik khususnya penting pada tanah-tanah masam dan berkadar natrium tinggi.
I. STABILITAS AGREGAT
Kemantapan agregat adalah ketahanan rata-rata agregat tanah melawan pendispersi oleh benturan tetes air hujan atau penggenangan air. Kemantapan tergantung padaketahanan jonjot tanah melawan daya dispersi air dan kekuatan sementasi atau pengikatan, Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kemantapan agregat antara lain bahan-bahan penyemen agregat tanah, bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi Stabilitas agregat yang terbentuk tergantung pada keutuhan tanag permukaan agregat pada saat rehidrasi dan kekuatan ikatan antarkoloid-partikel di dalam agregat pada saat basah. Pentingnya peran lendir (gum) microbial sebagai agen pengikat adalah menjamin kelangsungan aktivitas mikroba dalam proses pembentukan ped dan agregasi.
JENIS-JENIS TANAH
Interaksi antara faktor-faktor pembentuk tanah akan menghasilkan tanah dengan sifat-sifat yang berbeda. Berdasarkan pada faktor pembentuk dan sifat tanah inilah, beberapa ahli mengklasifikasikan tanah dengan klasifikasi yang berbeda. Tingkat kategori yang sudah banyak dikembangkan dalam survei dan pemetaan tanah di Indonesia, yaitu tingkat kategori jenis (great soil group). Klasifikasi jenis-jenis tanah pada tingkat tersebut sering digunakan untuk mengelompokkan tanah di Indonesia.
a. Tanah Organosol atau Tanah Gambut
Tanah jenis ini berasal dari bahan induk organik dari hutan rawa, mempunyai ciri warna cokelat hingga kehitaman, tekstur debulempung, tidak berstruktur, konsistensi tidak lekat sampai dengan agak lekat, dan kandungan unsur hara rendah. Tanah ini terbentuk karena adanya proses pembusukan dari sisa-sisa tumbuhan rawa. Banyak terdapat di rawa Sumatra, Kalimantan, dan Papua, kurang baik untuk pertanian maupun perkebunan karena derajat keasaman tinggi.
b. Tanah Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan. Bahannya berasal dari material halus yang diendapkan oleh aliran sungai. Oleh karena itu, tanah jenis ini banyak terdapat di daerah datar sepanjang aliran sungai.
c. Tanah Regosol
Tanah ini merupakan endapan abu vulkanik baru yang memiliki butir kasar. Penyebaran terutama pada daerah lereng gunung api. Tanah ini banyak terdapat di daerah Sumatra bagian timur dan barat, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
d. Tanah Litosol
Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak begitu tebal. Bahannya berasal dari jenis batuan beku yang belum mengalami proses pelapukan secara sempurna. Jenis tanah ini banyak ditemukan di lereng gunung dan pegunungan di seluruh Indonesia.
e. Tanah Latosol
Latosol tersebar di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan ketinggian tempat berkisar 300–1.000 meter. Tanah ini terbentuk dari batuan gunung api kemudian mengalami proses pelapukan lanjut.
f. Tanah Grumusol
Jenis ini berasal dari batu kapur, batuan lempung, tersebar di daerah iklim subhumid atau subarid, dan curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun.
g. Tanah Podsolik
Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan kering, curah hujan lebih 2.500 mm/tahun. Tekstur lempung hingga berpasir, kesuburan rendah hingga sedang, warna merah, dan kering.
h. Tanah Podsol
Jenis tanah ini berasal dari batuan induk pasir. Penyebaran di daerah beriklim basah, topografi pegunungan, misalnya di daerah Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, dan Papua Barat. Kesuburan tanah rendah.
i. Tanah Andosol
Tanah jenis ini berasal dari bahan induk abu vulkan. Penyebaran di daerah beriklim sedang dengan curah hujan di atas 2.500 mm/tahun tanpa bulan kering. Umumnya dijumpai di daerah lereng atas kerucut vulkan pada ketinggian di atas 800 meter. Warna tanah jenis ini umumnya cokelat, abu-abu hingga hitam.
j. Tanah Mediteran Merah Kuning
Tanah jenis ini berasal dari batuan kapur keras (limestone). Penyebaran di daerah beriklim subhumid, topografi karst dan lereng vulkan dengan ketinggian di bawah 400 m. Warna tanah cokelat hingga merah. Khusus tanah mediteran merah kuning di daerah topografi karst disebut ”Terra Rossa”.
k. Hidromorf Kelabu
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal yaitu topografi yang berupa dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, dan warna kelabu hingga kekuningan.
Selengkapnya...

Jumat, 04 November 2011

FASIES SEDIMEN

Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya. Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-fasies tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).
Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya.

Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa fasies sedimen, yang merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :
1. Geometri :
a) regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)
b) intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
2. Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus)dikombinasi dengan log sumur (GR dan SP)
3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core
4. Struktur sedimen : dari core
Menurut Sam Boggs, 1987, ada dua tipe utama perubahan fasies vertikal yaitu:
1. Coarsening-Upward Succession
Coarsening-Upward Succession menunjukan adanya suatu peningkatan dalam besar butir dari suatu dasar yang erosive atau tajam. Perubahan ini mengindikasikan peningkatan dalam kekuatan arus transportasi pada saat pengendapan.
2. Fining-Upward Succession
Fining-Upward Succession adalah perubahan besar butir ke arah atas menjadi lebih halus ke top yang erosive atau tajam.Perubahan ini menunjukan penurunankekuatan arus transportasi pada saat pengendapan.
Geometri dan penyebaran batuan ditentukan oleh fasies atau lingkungan pengendapan. Bentuk, ukuran dan orientasi reservoir tergantung mekanisme pengendapannya. Mempelajari lingkungan pengendapan purba umumnya dimulai dengan penampang stratigrafi dan korelasinya untuk menandai tipe batuannya, geometri tiga dimensinya serta struktur sedimen internalnya (Walker dan James, 1992).
1.Geometri
Umumnya geometri tergantung dari proses pengendapan yang berlangsung pada lingkungan sedimentasinya. Seluruh bentuk dari fasies sedimen adalah fungsi dari topografi sebelum pengendapan, geomorfologi lingkungan pengendapan, dan sejarah setelah pengendapan.
2.Litologi
Litologi pada fasies sedimen merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengobservasi dan interpretasi lingkungan pengendapan.
3.Struktur sedimen
Struktur sedimen dalam lingkungan pengendapan dapat memberikan indikasi dari kedalaman, level energi, kecepatan hidrolik dan arah arus.
4. Paleocurrent
Paleocurrent atau arus purba merupakan arus yang dapat diidentifikasi dari pola-pola struktur sedimen yang terbentuk pada masa pengendapan dan peleogeografis.
Ada tiga parameter dalam membedakan fasies sedimen, yaitu :
• Parameter fisik : temperatur, kedalaman air, kecepatan arus, sinar matahari, kecepatan angin, dan arahnya.
• Parameter kimia : komposisi air (salinitas), mineralogi (auchthonus atau allochthnus).
• Parameter biologi : soil, tumbuhan darat, tumbuhan air, dan binatang


LINGKUNGAN PENGENDAPAN DARAT
1. FASIES FLUVIAL
Fluvial merupakan aktivitas aliran sungai, terdapat empat macam sungai yaitu straight, anastomosing, meandering dan braided. Sungai anastomosing dipisahkan oleh pulau alluvial permanen, yang ditutupi tumbuhan yang lebat yang distabilisasi oleh bank sungai. braiding (anyaman) juga naik dengan cepat, fluktuasi cepat pada pemberhentian sungai, kecepatan tinggi dari pasokan sedimen kasar, dan mudah tererosi. Sungai yang mempengaruhi sistem fluvial adalah :
1.1 Straight
Suatu channel dengan bentuk straight didominasi oleh lempung dengan intensitas kelokan yang kecil, terbentuk karana perpindahan arus pada pasir atau kelompok-kelompok bar, segmen channel jarang terbentuk pada jarak yang panjang.
1.2 Anastomosing
Sungai anastomosing dipisahkan pulau alluvial yang permanen dan ditutupi dengan tumbukan yang lebat yang distabilisasi oleh bank sungai. Braided (anyaman)juga naik dengan cepat, fluktuasi cepat pada pemberhentian sungai, kecepatan tinggi dari pasokan sedimen kasar dan mudah tererosi.
1.3 Meander
Sistem ini didominasi oleh material dengan butiran halus dan memperlihatkan distribusi butiran menghalus ke atas. Struktur sedimen yang berkembang merefleksikan berkurangnya arus yang bekerja, yaitu through cross bedding pada bagian bawah dan paralel laminasi pada bagian channel.
Penampang log elektrik merefleksikan arah umum menghalus ke atas yang terbagi ke dalam tiga subfasies utama yang menghasilkan pengendapan pada tiga sublingkungan yang berbeda :
• Subfasies Flood Plain
Subfasies flood plain terdiri dari endapan batupasir yang sangat halus, batulanau dan batulempung yang diendapkan pada daerah overbank floodplain sungai. Struktur sedimen yang berkembang adalah laminasi ripple mark dan kadang-kadang terdapat horizon batupasir yang mengisi struktur shrinkage yang diasumsikan terdapat pada daerah subaerial.
• Subfasies Channel
Pada subfasies channel terjadi perpindahan lateral channel meander yang mengerosi bagian luar dari tepi sungai yang cekung, menggerus dasar sungai dan endapan sedimen pada point bar. Proses tersebut menghasilkan karakteristik sikuen pada ukuran butir dan struktur sedimen. Pada dasar permukaan bidang erosi diisi oleh material sedimen berbutir kasar, mud pellet dan sisa-sisa kayu. Endapan tersebut disebut sebagai lag deposit pada dasar channel dan ditindih oleh sikuen batupasir dengan distribusi butiran menghalus ke atas.
• Subfasies Abandoned Channel
Pada subfasies abandoned channel terdapat endapan batupasir halus berbentuk tapal kuda dan biasanya disebut oxbow lake yang terbentuk ketika sungai meander memotong bagian lain dari permukaan di sekitar sungai tersebut. Endapan pada subfasies ini serupa dengan endapan pada subfasies floodplain, tetapi dapat dibedakan dari geometrinya yaitu endapan yang menindih abrasi channel lag konglomerat tidak terdapat selang dengan sikuen batupasir point bar.
1.4. Braided
Braided dihasilkan oleh channel dengan intensitas kelokan yang kecil dan kaya akan material pasir yang terbentuk oleh tingkat intensitas aliran air yang kecil diantara bar-bar channel. Struktur sedimen yang terbentuk dan merefleksikan pengendapan pada saat itu antara lain : tabular crossbedding, punggungan bar yang lurus memanjang dan pada log menunjukkan bentuk blocky. Pada daerah ini, pengerosian terjadi dengan cepat dengan proses pengisian sedimen yang cepat dikarenakan sungai pada sistem ini mempunyai kelebihan material sedimen. Sikuen sedimentasi pada sistem braided ini pada umumnya didominasi oleh material sedimen berbutir kasar dengan sedikit material sedimen berbutir halus pada bagian atasnya.
1.5 kipas lembah
Merupakan kipas alluvial yang berkembang dalam iklim lembab. Terjadi pada lingkungan pengendapan yang disebabkan oleh perbedaan relief yang tinggi dan mempunyai kesamaan dengan kipas didaerah iklim kering (arid fans) hanya saja suplai air menerus. Humid fans dapat berkembang menjadi besar dengan daerah yang lurus mencapai ratusan kilometer. Faciesnya dapat dibagi menjadi tiga macam:
a. Facies kipas proximal
Didominasi oleh gravel, perlapisan tidak jelas dan imbrikasi tersebar secara luas.
b. Facies mid-fan
Dicirikan oleh unit antara lapisan gravel dan cossstrtification serta pebbly sandstone. Struktur scouring sangat jelas pada bagian dasar masing-masing bagian.
c. Facies distal
Mempunyei lebih banyak variasi dan karakteristik, misalnya through cross stratification sandstone.

2. Facies Lacrustine
Pada umumnya danau-danau mempunyai tubuh yang kecil jika dibandingkan dengan tubuh air laut. Walau begitu tidak menutup adanya danau yang lebih besar dari tubuh laut. (contoh laut kaspia lebih besar daripada teluk Persia).
Dalam kenyataannya banyak danau yang berukuran besar dan mempunyai kedalaman ratusan meter . danau yang besar banyak menyerupai lautan dipandang dari proses fisik maupun sedimentasi. Adanya sedimentasi pelagis umumnya dipengaruhi oleh gelombang dan khas dengan partikel sedimen berbutir halus seperti batulempung dan lanau. Perlu diketahui bahwa didanaupun terjadi arus turbidit, terutama pad danau-danau yang besar dan dalam dengan membawa banyak material-material sedimen.

3. Facies Gumuk Pasir

Gumuk pasir merupakan akumulasi pasir lepas berupa gundukan yang dihasilkan oleh arah angin yang bekerja pada suatu daerah dan mempunyai bentuk yang teratur. Gumuk pasir ini dapat terbentuk didaerah yang endapannya lepas seperti pasir pada daerah gurun dan daerah pantai.
Syarat mutlak yang harus dipenuhi terbentuknya gumuk pasir adalah akumulasi pasir cukup banyak yang biasanya berasal dari sedimmentasi sungai yang bermuara disitu. Disamping factor-faktor lain yang juga berperan.
Struktur khas pada gumuk pasir adalah cross-bedding dan ripple mark. Dari struktur yang terbentuk karena pergeseran antara angin dengan butiran pasir, maka dapat dipakai untuk menentukan arah angin.




LINGKUNGAN PENGENDAPAN TRANSISI
1. FASIES DELTA
Delta merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk oleh adanya sedimentasi sungai yang memasuki laut, danau atau laguna dan pasokan sedimen lebih besar daripada kemampuan pendistribusian kembali oleh proses yang ada pada cekungan pengendapan (Elliot, 1986 dalam Allen, 1997). Menurut Boggs (1987), delta diartikan sebagai suatu endapan yang terbentuk oleh proses sedimentasi fluvial yang memasuki tubuh air yang tenang. Dataran delta menunjukkandaerah di belakang garis pantai dan dataran delta bagian atas didominasi oleh proses sungai dan dapat dibedakan dengan dataran delta bagian bawah didominasi oleh pengaruh laut, terutama penggenangan tidal. Delta terbentuk karena adanya suplai material sedimentasi dari sistem fluvial. Ketika sungai-sungai pada sistem fluvial tersebut bertemu dengan laut, perubahan arah arus yang menyebabkan penyebaran air sungai dan akumulasi pengendapan yang cepat terhadap material sedimen dari sungai mengakibatkan terbentuknya delta. Bersamaan dengan pembentukan delta tersebut, terbentuk pula morfologi delta yang khas dan dapat dikenali pada setiap sistem yang ada. Morfologi delta secara umum terdiri dari tiga, yaitu : delta plain, delta front dan prodelta.
1.1 Delta Plain
Delta plain merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri dari channel yang sudah ditinggalkan. Delta plain merupakan baigan daratan dari delta dan terdiri atas endapan sungai yang lebih dominan daripada endapan laut dan membentuk suatu daratan rawa-rawa yang didominasi oleh material sedimen berbutir halus, seperti serpih organik dan batubara.Pada kondisi iklim yang cenderung kering (semi-arid),sedimen yang terbentuk didominasi oleh lempung dan evaporit. Daratan delta plain tersebut digerus oleh channel pensuplai material sedimen yang disebut fluvial distributaries dan membentuk suatu percabangan. Gerusan-gerusan tersebut biasanya mencapai kedalaman 5-10 meter dan menggerussampai pada sedimen delta front. Sedimen pada channel tersebut disebut sandy channel dan membentuk distributary channel yang dicirikan oleh batupasir lempungan. Sublingkungan delta plain dibagi menjadi :
1.1.1 Upper Delta Plain
Pada bagian ini terletak diatas area tidal atau laut dan endapannya secara umum terdiri dari :
• Endapan distributary channel
Endapan distributary channel terdiri dari endapan braided dan meandering, levee dan endapan point bar. Endapan distributary channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar urutan fasies dan menunjukkan kecenderungan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai adalah cross bedding, ripple cross stratification, scour and fill dan lensa-lensa lempung. Endapan point bar terbentuk apabila terputus dari channel-ya. Sedangkan levee alami berasosiasi dengan distributary channel sebagai tanggul alam yang memisahkan dengan interdistributary channel. Sedimen pada bagian iniberupa pasir halus dan rombakan material organik serta lempung yang terbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadi banjir.
• Lacustrine delta fill dan endapan interdistributary flood plain
Endapan interdistributary channel merupakan endapan yang terdapat diantara distributary channel. Lingkungan ini mempunyai kecepatan arus paling kecil, dangkal, tidak berelief dan proses akumulasi sedimen lambat. Pada interdistributary channel dan flood plain area terbentuk suatu endapan yang berukuran lanau sampai lempung yang sangat dominan. Struktur sedimennya adalah laminasi yang sejajar dan burrowing structure endapan pasir yang bersifat lokal, tipis dan kadang hadir sebagai pengaruh gelombang .
1.1.2 Lower Delta Plain
Lower delta plain terletak pada daerah dimana terjadi interaksi antara sungai dengan laut, yaitu dari low tidemark sampai batas kehadiran yang dipengaruhi pasang-surut. Pada lingkungan ini endapannya meliputi endapan pengisi teluk (bay fill deposit) meliputi interdistributary bay, tanggul alam, rawa dan crevasse slay, serta endapan pengisi distributary yang ditinggalkan.
1.2 Delta Front
Delta front merupakan sublingkungan dengan energi yang tinggi dan sedimen secara tetap dipengaruhi oleh adanya proses pasang-surut, arus laut sepanjang pantai dan aksi gelombang. Delta front terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan akumulasi sedimennya berasal dari distributary channel. Batupasir yang diendapkan dari distributary channel tersebut membentuk endapan bar yang berdekatan dengan teluk atau mulut distributary channel tersebut. Pada penampang stratigrafi, endapan bar tersebut memperlihatkan distribusi butiran mengkasar ke atas dalam skala yang besar dan menunjukkan perubahan fasies secara vertikal ke atas, mulai dari endapan lepas pantai atau prodelta yang berukuran butir halus ke fasies garis pantai yang didominasi batupasir. Endapan tersebut dapat menjadi reservoir hidrokarbon yang baik. Diantara bar pada mulut distributary channel akan terakumulasi lempung lanauan atau lempung pasiran dan bergradasi menjadi lempung ke arah laut.
Menurut Coleman (1969) dan Fisher (1969) dalam Galloway (1990), lingkungan pengendapan delta front dapat dibagi menjadi beberapa sublingkungan dengan karakteristik asosiasi fasies yang berbeda, yaitu :
• Subaqueous Levees
Merupakan kenampakan fasies endapan delta front yang berasosiasi dengan active channel mouth bar. Fasies ini sulit diidentifikasi dan dibedakan dengan fasies lainnya pada endapan delta masa lampau.
• Channel
Channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada bagian dasar urutan fasies dan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai adalah cross bedding, ripple cross stratification, scoure and fill.
• Distributary Mouth Bar
Pada lingkungan ini terjadi pengendapan dengan kecepatan yang paling tinggi dalam sistem pengendapan delta. Sedimen umumnya tersusun atas pasir yang diendapkan melalui proses fluvial. Strukur sedimen yang dapat dijumpai antara lain : current ripple, cross bedding dan massive graded bedding.
• Distal Bar
Pada distal bar, urutan fasies cenderung menghalus ke atas, umumnya ersusun atas pasir halus. Struktur sedimen yang umumnya dijumpai antara lain : laminasi, perlapisan silang siur tipe through.
1.3 Prodelta
Prodelta merupakan sublingkungan transisi antara delta front dan endapan normal marine shelf yang berada di luar delta front. Prodelta merupakan kelanjutan delta front ke arah laut dengan perubahan litologi dari batupasir bar ke endapan batulempung dan selalu ditandai oleh zona lempungan tanpa pasir. Daerah ini merupakan bagian distal dari delta, dimana hanya terdiri dari akumulasi lanau dan lempung dan biasanya sendiri serta fasies mengkasar ke atas memperlihatkan transisi dari lempungan prodelta ke fasies yang lebih batupasir dari delta front. Litologi dari prodelta ini banyak ditemukan bioturbasi yang merupakan karakteristik endapan laut. Struktur sedimen bioturbasi bermacam-macam sesuai dengan ukuran sedimen dan kecepatan sedimennya. Struktur deformasi sedimen dapat dijumpai pada lingkungan ini, sedangkan struktur sedimen akibat aktivitas gelombang jarang dijumpai. Prodelta ini kadang-kadang sulit dibedakan dengan endapan paparan (shelf), tetapi pada prodelta ini sedimennya lebih tipis dan memperlihatkan pengaruh proses endapan laut yang tegas.
Menurut Galloway (1975) dan Serra (1990), berdasarkan proses yang berpengaruhi didalamnya, delta dapat diklasifikasikan menjadi 3 , yaitu :
1. Fluvial Dominated Delta
Ini terjadi jika gelombang, arus pasang surut, dan arus sepanjang pantai lemah, volume sedimen yang dibawa dari sungai tinggi, maka akan terjadi progradasi yang cepat ka arah laut dan akan berkembang suatu variasi karakteristik dari lingkungan pengendapan yang didominasi sungai.
• Geometri : channel (delta plain) dan sheet (delta front). Kontinuitas tubuh batupasir jelek (channel) sampai sedang (distributary mount bar).
• Litologi dan struktur :
- Channel fasies : batupasir dengan cross bedding (through dan plannar), kontak dasar erosi, rip-up clast/fragmen batubara, sekuen halus ke atas.
- Marsh fasies : batubara, batulempung dengan rootles.
- Bay fasies : batulempung dengan acak binatang.
- Crevasse-splay facies : sekuen kasar ke atas (sortasi baik ke atas).
- Distributary mount bar : batupasir dengan cross laimnasi, paralel laminasi.
- Bar facies : climbing ripple, mika melimpah, material karbon, struktur deformasi.
- Distal bar fasies : batulanau dan batulempung, paralel laminasi, climbing ripple, material karbon, struktur deformasi, acak binatang.
- Prodelta facies : batulempung dengan struktur deformasi.
• Refleksi seismik : oblique dan sigmoid clinoform.
Pada bagian ini mempunyai bentuk channel dan sheet dengan kontinuitas tubuh pasir jelek sampai sedang. Delta yang didominasi sungai dicirikan dengan batupasir dan batulanau yang masif sampai berlapis baik dan mungkin memperlihatkan graded bedding. Pasir delta front memperlihatkan banyaknya pengaruh sungai dalam pengendapan distribusi lingkungan mouth bar. Jumlah bioturbasi bervariasi tergantung pada rata-rata sedimentasi dan ukuran butir dari suplai sedimen. Variasi pembelokan dalam sistem fluvial biasanya menghasilkan suatu pengkasaran ke arah atas yang tidak teratur.
Progradasi ke arah laut yang sangat cepat membuat delta tipe ini memiliki sekuen coarsening upward (mengkasar keatas). Geometri endapan yang dihasilkan dari tipe delta ini yaitu berbentuk lobate dengan mekanisme akresi lateral yang kuat sehingga menghasilkan lentikuler units. Batupasir cenderung menjadi lentikuler sampai tabular untuk distributary mount bar, bergradasi menjadi sand sheets.
2. Wave Dominated Delta
Delta yang didominasi gelombang dan biasanya terdiri dari rangkaian fasies yang saling berhubungan dan mengkasar ke atas secara menerus yang merupakan karakteristik dari pantai yang dipengaruhi gelombang. Struktur sedimen yang umum dijumpai antara lain : ripple dan humocky yang merupakan indikator pengendapan yang tinggi.
Pada lingkungan dengan aktivitas gelombang kuat, endapan mount bar secara menerus mengalami reworked menjadi suatu seri superimposed coastal barriers. Tubuh pasir akan cenderung paralel terhadap garis pantai berbeda dengan delta dominasi sungai yang mendekati tegak lurus terhadap pantai.
Litologi dan struktur sedimen :
a. Fasies pantai dan pantai penghalang (barrier beach) dominan.
b. Fasies distributary mount bar termodifikasi/reworked menjadi punggungan pantai.
c. Secara keseluruhan menunjukkan sekuen mengkasar ka atas.
d. Struktur yang dijumpai pada tipe ini adalah perlapisan tipis, paralel laminasi, dan cross bedding satu arah, struktur flaser, slumps, struktur alga, bioturbasi dengan intensitas tinggi pada bagian atas dan mudcrack pada shale.
3. Tide-Influence Delta
Merupakan area dimana tingkat pasang surut tinggi, sehingga aliran balik (yang terjadi dalam distributary channel selama kondisi banjir dan surut) kemungkinan akan terjadi sumber energi utama yang memisah sedimen.
• Geometri : channel dan ridge, kontinuits batupasir berukuran butir kasar-sedang, arah sebaran tegak lurus panatai.
• Litologi dan struktur :
- Tidal channel dan ridge facies sangat dominan.
- Channel facies : batupasir dengan sortasi baik, herringbone, cross bedding.
- Sekuen yang dijumpai pada delta tipe ini yaitu coarsening upward yang diikuti dengan fining upward, tanpa batas yang jelas, tergantung pada posisi delta.
Lingkungan ini menunjukkan kombinasi pengaruh dari sungai, gelombang dan proses pasang-surut. Lingkungan ini mempunyai bentuk geometri channel dan ridge dengan kenampakan kontinuitas batupasir jelek sampai sedang dengan penyebaran tegak garis pantai. Struktur sedimen yang umumnya berkembang adalah laminasi dan ripple. Masuknya pasang-surut pada delta front yang berprogradasi, seperti pada Mahakam juga memeperlihatkan beberapa pengasaran ke atas. Smith, et al (1990) dalam Allen (1997) telah mendiskripsikan ritme pasang-surut dengan indikator pasang-surut dalam pasir delta front adalah hearingbone cross bedding.
Daur Sedimen Delta
Fasies delta termasuk fasies yang unik terbentuk oleh perulangan banyak sekuen susut delta dan dapat membentuk endapan yang sangat tebal disebabkan akumulasi endapan dari puluhan bahkan ratusan individu sekuen delta.Turun naiknya muka air laut yang tidak konstan menyebabkan siklus penggenangan dan penurunan permukaan air laut yang tidak merata di setiap bagian sekuen delta meskipun secara lateral jaraknya hanya terpisah beberapa meter.
Perulangan daur susut genang laut dengan ketebalan puluhan meter adalah tipe endapan pantai dan endapan delta. Hal ini menunjukan bahwa dalam beberapa interval stratigrafi, garis pantai dapat berpindah puluhan atau ratusan kilometer ke arah depan ataupun ke arah belakang dengan perubahan lingkungan pengendapan dari lepas pantai ke arah dataran delta (delta plain) maupun sebaliknya.
Secara umum mekanisme daur progradasi dan peninggalan delta sebagai berikut :
1. Awalnya bagian delta tertentu adalah zona aktif pemasukan sedimen, delta berprogradasi di atas paparan.
2. Kecepatan progradasi pada saat tertentu akan berkurang akibat delta yang berprogradasi di atas paparan, meningkatnya jumlah channel dan pengangkutan material sedimennya, meningkatnya laju penurunannya cekungan ke arah paparan. Hal ini mengakibatkan channel akan berpindah secara lateral mengikuti kemiringan gradien hidroliknya dengan jarak tertentu dari delta lama.
3. Pada saat yang sama delta lama mengalami penurunan sehingga gelombang pasang laut mempengaruhi suplai endapan, dengan diendapkannya endapan genang laut berupa karbonat atau serpih marine.
4. Berkembangnya endapan batubara tebal yang merupakan lapisan penanda (marker bed) berakhirnya daur genang laut pada bagian darat delta lama (fluvial delta plain abadonment) setelah mengalami penurunan maka endapan ini akan tertutup oleh endapan genang laut.
5. Dalam interval waktu tertentu, tempat pengendapan delta dapat kembali berpindah di atas delta lama dengan terbentuknya endapan susut laut deltaik di atas endapan genang laut menghasilkan lobate (kuping delta).Mekanisme ini terus berlangsung sehingga terjadi daur perentangan vertikal (vertikal stacking cycle) yang disusun oleh sistem susut-genang laut setempat


2. FASIES TIDAL FLAT
Dataran pasang surut (tidal flat) luasnya dapat mencapai beberapa kilometer dan terbentuk disekitar laguna, belakang barrier, pada estuarin dan delta yang didominasi oleh pasang surut (tidal). Ciri struktur sedimen dari pertengahan sampai bagian atas tidal flat merupakan variasi jenis dari ripple lamination yang umumnya memperlihatkan pola interferensi, yaitu kenaikan dari flaser, wavy dan lenticular bedding. Meandering tidal creeks memotong tidal flat dan perpindahan lateralnya menghasilkan set pada laminasi pasir dan struktur channel. Umumnya terdapat burrow dan grazing trace fossil. Progradasi sedimen tidal flat biasanya membentuk sikuen yang menghalus ke arah atas, ditutupi oleh tanah atau lapisan evaporasi sabkha, dengan ketebalan ditunjukkan oleh jarak pasang surut purba (paleotidal).
3. FASIES ESTUARIN
Estuarin menutupi lembah sungai (incised valley) hasil dari penarikan muka air laut yang cepat pada kala Holosen. Tubuh pasir estuarin berlokasidan berbatasan dengan saluran utama (main channel) dan terdiri dari sedimen yang dibawa ke bawah oleh sungai dan disuplai dari batas marine shelf, mud flatdan rawa yang juga terbentuk pada estuarin. Tubuh batupasir marin pada estuarin didominasi oleh gelombang yang juga merupakan gabungan yang terdiri dari beberapa fasies yang berlainan. Pada fase tansgresif, beberapa atau semua kompleks bar tererosi di sepanjang perulangan muka pantai (shoreface) dan ditutupi oleh permukaan ravinement. Lingkungan pengendapan tersebut berhubungan sampai estuary mouth dan central basin area. Tubuh pasir marin mungkin terlindungi lebih atau kurang lengkap pada saat progradasi dengan sedimen muka pantai dan pantai melalui endapan washover, flat tidal dan tidal inlet. Pada profil vertikal, secara ideal endapan cekungan berbutir halus memperlihatkan butiran yang simetris. Endapan yang halus terlihat pada tengah cekungan. Pada estuarin, proses yang dominan adalah pasang-surut, tubuh pasir seperti erosional truncation atau completely removed oleh migrasi headward dari saluran pasang-surut (tidal channel) terpisah dari pasir bar (sand bar). Erosi oleh saluran sepanjang transgresi juga menyebabkan silang siur atau laminasi sejajar dari sand bar. Pola urutan pengendapan dari fasies sebagai hasil dari transgresi ini akan menunjukkan kecenderungan menghalus ke atas.
4. FACIES LAGOON

Lagoon merupakan daerah dimana pada saat air pasang tergenang air laut dan pada saat air surut ada air yang tetinggal di situ yang bisa bercampur dengan air hujan/air sungai. Dengan demikian kadar garam lagoon adalah payau(branchish lagoon). Biasanya pada air payau yang stagment(berhenti sirkulasi) adalah anaerob (tanpa o2), akibat pada tempat ini terjadi pembusukan material disebabkan oleh bakteri anaerob.
Ciri-ciri lagoon adalah:
• Struktur bioturbasi dan burrow dominan horizontal
• Batuan dengan ukuran butir lanau sampai lempung atau batupasir halus.
• Adanya endapan batubara
• Kaya akan sisa-sisa tumbuhan
• Shale atau lanau memperlihatkan struktur placer
• Batulempung atau lanau berwarna gelap kemungkina mengandung material organic.
5. FACIES BARRIER
Barrier merupakan penghalang yang letaknya didepan pantai dan berhubungan langsung dengan air laut. Ciri-ciri adlah sebagai berikut:
• Batu pasir ukuran butir halus sampai sangat halus
• Struktur parallel laminasi
• Sering dijumpai cross bedding
• Bioturbasi dominan vertical

LINGKUNGAN PENGENDAPAN MARINE
1. Lingkungan laut dangkal
Dalam hal ini lebih ditekankan pad lingkungan pantai no-deltaic, yaitu hingga kedalaman 200 m. Berdasarkan kisaran pasang surut(tidal range) pantai terdiri dari 3 macam:
• Pantai microtidal kisaran pasang surut kurang dari 2m
• Pantai mesotidal kisaran pasang surut 2-4m
• Pantai macrotidal kisran pasang surut lebih dari 4 m
Pada daerah pantai pada umumnya terbentuk tanggul-tanggul pantai dengan bentuk yang memanjang, parallel dengan garis pantai. Tanggul pantai dipisahkan dengan daratan oleh lagoon. Suplay material pasir yang tetap dan stabilitas daerah yang cukup serta gradient yang rendah merupakan faktor yang dapat menyebabkan majunya sistem ini.
Faciesfacies permukaan pantai
Daerah permukaan pantai secara umum dapat dipisahkan menjadi sub-sub lingkungan pengendapan yang sejajar dengan garis pantai., sebagai berikut:
a. Aeolian sand dunes
Merupakan daerah permukaan pantai diatas tingi gelombang rat-rata(supratidal) membentuk pegunungan-pegunungan (gumuk pasir) dengan struktur crossbedding sudut curam serta denga arah berubah-ubah. Endapan ini mempunyai pemilahan yang baik dan dapat dijumpai akar-akar tanaman.
b. Back shore
Juga merupakan daerah supra tidal dari pantai dimana tergenang pada waktu terjadi badai.

c. Fore shore
Merupakan daerah intertidal dari permukaan pantai, dan umumnya menunjukkan swash flow dan swash zone. Pada umumnya pada daerah ini didapatkan punggungan-punggungan asimetri yang dipisahkan oleh tunel-tunel dengan lebar 100-200 m.
d. Shore face
Merupakan bagian permukaan pantai yang lebih dalam lagi yaitu dari permukaan rata-rata air surut sampai dengan dasar gelombang kondisi tenang, jadi merupakan subtidal. Selanjutnya semakin jauh lagi merupakan offshore.

Profil endapan-endapan Pantai

a. Profil endapan pantai energy gelombang tinggi.
Permukaan pantai energy gelombang tinggi dapat dibagi-bagi lagi menjadi beberapa zona :
• Assymetrical ripple zone
Dicirikan dengan ripple laminasi skala kecil diatas foresets yang miring kearah laut dan darat, merefleksikan aktifitas gelombang badai.
• Outer plannar zone
Berupa perlapisan sejajar diatas foresets yang miring kearah laut dan darat.
• Inner rough zone.
Merupakan foresets yang miring kearah laut.
• Inner planar zone
Untuk endapan pada zona ini lebih merupakan endapan dengan struktur perlapisan sejajar tetapi kadang-kadang diselingi foresets yang miring kearah laut dari inner rough zone.

b. Profil endapan pantai energy gelombang sedang rendah
Pada umumnya memperlihatkan sekwen pengkasaran ke atas. Tetapi secara detail sekwen ini dapat berbeda-beda, yang masing-masing mepunyai karakteristik tersendiri. Untuk profil endapan pantai energy gelombang sedang sampai rendah ini dikenal ada tipe-tipe:
a. Tipe daerah konchibouguac
Untuk tipe ini ada empat facies:
• Seaward slope
Ripple laminasi skala kecil yang mengarah ke darat berselingan dengan laminasi sejajar miring kea rah laut.

• Bar crest
Perlapisan perlapisan sejajar berselingan dengan struktur mangkok skala kecil-sedang

• Landward slope
Perlapisan perlapisan miring kearah darat dengan sudut rendah, susunan silang siur mangkok dan foreset-foreset miring kearah darat dengan sudut curam.

• Through
Disusun oleh sedimen dengan ukuran butir yang lebih halus dengan ripple laminasi dihasilkan oleh arus-arus sepanjang pantai. Juga dihasilkan struktur planar crossbedding kearah darat dari pasir yang lebih kasar.

b. Tipe profil endapan pantai sapelo island
Terdiri dari facies-facies:
• Lower offshore
Pasir sedang-kasar dengan struktur megaripple

• Upper offshore
Endapan berupa pasir halus lumpuran dengan struktur bioturbasi (bagian bawah) dan berselingan dengan pasir dan lumpur dengan struktur laminasi sejajar dan bioturbasi.

• Lower shoreface
Endapan dengan ukuran pasir halus dengan struktur ripple laminasi skala kecil.

• Upper shoreface
Pasir halus, struktur laminasi sejajar.

• Fore shore
Pasir halus-sedang, struktur laminasi sejajar, antidune dan ripple laminasi dengan sudut rendah dan tinggi diatas lapisan cangkang-cangkang organic.

• Back shore
Ukuran pasir halus dengan struktur laminasi sejajar dan ripple laminasi skala kecil.


2. Lingkungan laut dalam
2.1. Kipas bawah laut

Bagian-bagian kipas bawah laut(Walker, 1984)
• Lower fan
Dicirikan adanya penebalan keatas (thickening upward), terdiri dari asosiasi fasies-fasies classical turbidites.
• Smooth portion of suprafan lobes
Penebalan keatas, asosiasi classical structur turbidites, dalam sekwen progradasi bagian atas sudah terdapat massive sandstones.
• Channeled portion of suprafan lobes
Penipisan ke atas (thinning upward), asosiasinya adalah konglomeratan atau pebbly sandstone pada bagian bawah dan massive sandstone. Konglomerat umumnya berlapis bersusun(graded bedding)
• Upper fan
Merupakan sekwen-sekwen dari facies conglomerates, debris flow dan slump. Sekwen menipis ke atas (thinning upward) umumnya tidak berlapis baik.
Sekwen turbidit bouma(bouma, 1962)
Terbagi menjadi lima interval:
a. Gradded interval (A)
b. Lower interval of parallel lamination(B)
c. Interval of current lamination(C)
d. Upper interval of paralellel lamination(D)
e. Politic interval(E) :
• Hemipelagic mud
• Turbulent mud

Pembagian turbidites oleh kuenen(1950)
Berdasarkan pada jarak transportasi dan keadaan massa sedimennya, maka endapan turbidite dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar.
a. Fluxo turbidite
Mempunyai cirri umum:
• Ukuran butir kasar
• Lapisan bersusun tidak berkembang jarang berasosiasi dengan serpih
• Umumnya berasosiasi dengan slump dan interval A sangat tebal
• Sole mark jarang dijumpai
• Banyak mengandung clay pellets

b. Proximal turbidite
Mempunyai cirri-ciri :
• Secara umum cirri-cirinya sama dengan “fluxo turbidite”
• Jarang berasosiasi dengan slump
• Gradasi lebih baik dengan ukuran butir pasir
• Ketebalan interval A lebih tipis
• Tidak dijumpai clay pellets


c. Distal turbidite
Mempunyai cirri-cir:
• Kehadiran interval bouma yang lebih lengkap
• Seringkali membentuk flysch
• Pemilahan lebih baik dan butiran yang kasar berada di bawah

Klasifikasi fasies turbidite oleh Walker(1973)

a. Classical turbidites
• Munculnya sekwn Bouma(biasa lengkap atau tidak)
• Ukuran butir berkisar dari pasir sampai lempung
• Pada bagian bawah ukuran butir bisa mencapai granule
• Struktur sedimen yang berkembang adalah lapisan bersusun, perlapisan sejajar, lapisan bergelombang.

b. Massive sandstones
• Berupa singkapan batupasir yang tebal(lebih dari 50 cm)
• Ukuran butir pasir sedang sampai sangat kasar
• Struktur mangkok(dish structure) sering kali muncul
• Struktur perlapisan sejajar jarang dijumpai

c. Pebbly sandstone
• Tidak dapat dideskripsi dengan sekwen Bouma
• Terjadi pen-channel-an
• Imbrikasi pebble sering dijumpai
• Jarang berasosiasi dengan serpih
• Merupakan batu pasir konglomeratan

d. Conglomerates
• Imbrikasi pebble maupun couble jarang di jumpai
• Garadasi kurang baik
• Ukuran butir sampai dengan couble

e. Slumps, slided, debris flow dan exotic fasies
• Struktur slump
• Perlapisan sangat buruk
• Sortasi sangat buruk
• Batas atas lapisan tidak teratur
• Ukuran butir sangat bervariasi.

Selengkapnya...

Selasa, 01 November 2011

Struktur Sedimen

Struktur Sedimen

Struktur sediment adalah bentukan struktur yang terbentuk saat pengendapan batuan sediment terjadi. Struktur pada sediment sangat beraneka ragam, hal ini akibat pengaruh ketika pembentukan yang terjadi misalnya gelombang sungai/laut, cuaca atau iklim, komposisi sediment, lingkungan pengendapan, dan pengaruh lainnya. Struktur sediment merupaka struktur yang sangat kompleks dan struktur tersebutlah kita dapat melakukan dugaan sementara tentang fenomena yang terjadi.


Berdasarkan genetiknya, struktur sediment dikelompokkan menjadi 4 yaitu:

1. Struktur sediment erosional

a. Sale mark terbagi menjadi:

- Scour mark (turbulent mark): obstacle scour, flute longitudinal scour, dan gutter cast.

- Tool mark (objects moved by current) berdasrkan morfologinya terbagi menjadi 2:

– Continous: groove : profilnya tajam dan tidak teratur

Chevron: smooth dan crenulated

– Discontinous: single: prod mark, bounce mark.

Repeadted : skip mark

b. Impact mark

c. Channel

d. Riil mark

2. Struktur sediment saat pengendapan (depositional sedimentary structure)

- Perlapisan dan laminasi

- Current ripple, dunes dan silang siur (cross strarification)

– Silang siur: – cross bedding: tabular, through

- cross laminations: tabular dan through cross stratification dengan struktur internalnya: ripple drift, flaser bedding, dan lenticular bedding.

- Anti dunes dan perlapisan anti dunes

- Ripple dan laminasi silang siur oleh gelombang

- Hummocky dan cross stratifications

- Wind ripple, dunes, draas, dan eolian cross bedding

- Perlapisan gradasi

- Perlapisan massif

- Mud crack: desiccation dan syneresis

- Rain spot (rain drop print)

3. Struktur sediment yang terbentuk segera setelah/pasca pengendapan (post depositional sedimentary structure)

- Slide convolute bedding dan laminasi

- Load cast

- staylolite

- sand volcano

- dish, pillar dan sheet dewatering

4. Struktur biogenic: trace fossil

Trace fossil terbagi menjadi 2 kelompok yaitu:

1. Trace fossil yang dibentuk oleh organisme epibentik pada permukaan sediment (track dan trail).

2. Trace fossil yang dibentuk oleh organisme endobentik di dalam sediment (burrow).

Pada praktikum kali ini untuk kepentingan analisis hanya akan digunakan struktur ripple dan cross laminations. Ripple merupakan kenampakan struktur sediment yang menunjukkan adanya undulasi berjarak teratur pada permukaan pasir atau pada permukaan perlapisan batu pasir. Sedang cross lamination adalah pola konstruktur laminasi internal yang berkembang saat migrasi dari struktur ripple.

Beberapa istilah dan parameter-parameter diskripsi dan perhitungan untuk analisis terlihat pada gambar-gambar dibawah ini.

Penjelasan Tentang Struktur Sedimen

Struktur Perlapisan

Struktur ini dikatakan perlapisan dikarenakan mempunyai jarak lapisan >1 cm struktur ini terbentuk karena pengaruh endapan lapisan atau arus gelombang yang tenang dan pengendapan yang lama.

Struktur Laminasi

Struktur ini hampir sama dengan perlapisan namun yang membedakannya adalah jarak perlapisan yang kurang dari 1 cm. Biasanya struktur ini diakibatkan oleh proses diagenesis sediment yang cepat dengan media pengendapan yang tenang.

Struktur Riple marks

Struktur ini lebih diakibatkan gelombang yang mempengaruhi endapan tersebut sehingga bentukan sedimen ini berbentuk seperti gelombang air. Dan relatif pengendapan yang dilakukan akan bergantung pada energi gelombang tersebut

Struktur Flute Cast

Struktur ini lebih diakibatkan karena adanya pengaruh benturan atau pembebanan dari batuan atau saltation endapan misalnya kerakal, sehingga berbentuk seperti lubang, ini diakibatkan karena pengendapan yang belum sempurna tersebut terbebani mineral endapan diatasnya sehingga endapan menjadi berlubag dan tidak rata.

Struktur rain marks

Struktur sedimen ini diakibatkan oleh air hujan yang membuat permukaan sedimen yang belum benar-benar sempurna akhirnya tidak rata dan membentuk lubang akibat air hujan.

Struktur Convolute

Struktur ini struktur paling tidak terstruktu dikarenakan energi gelombang yang bolak-balik dan tidak menentu sehingga menghasilkan alur sedimentasi yang susah di prediksi.
Selengkapnya...

Senin, 31 Oktober 2011

Geologi Regional Barru

GEOLOGI REGIONAL BARRU


.1 Geomorfologi Regional

Kabupaten Barru dan sekitarnya merupakan pegunungan dan padan umumnya terdapat didaerah bagian timur,wilayah bagian barat merupakan pedataran yang relative sempit dan dibatasi oleh selat makasar.Daerah ini menyempit ke Utara dan dibatasi oleh perbukitan dengan pola struktur yang rumit,kemudian di sebelah selatan dibatasi oleh pegunungan yang disusun oleh Batugamping.
Proses Geomorfologi merupakan perubahan yang dialami oleh permukaan bumi baik secara fisik secara fisik maupun kimia (THORNBURY 1954) penyebab dari proses perubahan tersebut dapat dibagi atas 2 golongan yaitu :
1. Tenaga Eksogen
Tenaga ini bersifat merusak,dapat berupa angina,suhu,dan air.Dengan adanya tenaga Eksogen dapat terjadi proses denudasi berupa erosi,pelapukan,dan degradasi.
2. Tenaga Endogen
Tenaga ini cenderung untuk membangun,dapat berupa gempa,gaya-gaya pembentuk struktur dan vulkanisme akibat dari adanya tenaga endogen maka dapat terbentuk struktur gunung api dan agradasi.
Dengan adanya tenaga-tenaga tersebut diatas maka terbentuknya bentang alam dengan kenampakan yang berbeda satu sama lainnya sesuai dengan tenaga yang mempengaruhi pembentukannya.
Kenampakan bentang alam di daerah Barru umumnya merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dimana puncaknya sudah nampak meruncing dan sebagian lagi nampak membulat.Perbedaan tersebut disebabkan oleh karakteristik masing-masing batuannya.Pengaruh struktur dan tingkat perkembangan erosi yang telah berlangsung dan akhirnya menghasilkan kenampakan bentang alam seperti yang nampak sekarang ini.


Berdasarkan hal tersebut diatas maka pengelompokan satuan morfologi di daerah Barru dapat dibagi berdasarkan pada struktur geologi dan batuan penyusunnya serta proses geomorfologi yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi yang nampak sekarang pembagian satuan morfologi adalah sebagai berikut :
1. Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua.
2. Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Masula-B.Pitu
3. Satuan Morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua
Penamaan satuan morfologi ini didasarkan atas struktur geologi yang lebih dominant terdapat pada daerah tersebut dan memberikan pengaruh terhadap pembentukan bentang alamnya.
A. Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua
Satuan morfologi perbukitan Gawir sesar Aledjang-Buludua mempunyai sudut kemiringan lereng antara 5-20 %.Satuan morfologi ini umumnya membentuk jalur gawir sesar turun,menempati daerah-daerah bagian utara daerah penelitian yang memanjang dari dusun Galungsalawe,Bale,Ampela,dan Buludua dibagian timur.
Permukaan gawir sesar ini menghadap ke Selatan dimana permukaan gawirnya telah mengalami proses erosi lebih lanjut yang ditandai dengan adanya gerakan tanah berupa landslide di Aledjang yang akibatnya material-material hasil erosi tersebut diendapkan pada dasar tebing.Kenampakan morfologi akibat pengaruh sesar dapat pula terlihat pada kenempakan permukaan gawir yang memotong perlapisan batuan dilereng selatan B.Laposso.Kenampakan lainnya berupa ebing yang terjal dengan dasar-dasar lembah yang sempit dan landai dapat dijumpai dibeberapa tempat disepanjang jalur morfologi gawir sesar ini.
Sungai yang mengalir pada daerah satuan morfologi ini adalah sungai watu dengan beberaa anak sungai yang mengalir dari arah timur ke barat dengan tipe genetic sungai Obsekuen.Satuan batuan yang menyusun satuan morfologi ini adalah Breksi,Batugamping,dan Napal.
Proses erosi yang bekerja pada daerah ini relative besar karena sifat batuannya yang kurang resisten dan adanya aktivitas penduduk setempat yang mengadakan pengolahan lahan untuk diguinakan sebagai daerah permukiman,perkebunan,dan persawahan yang mempercepat terjadinya erosi.
B. Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Masula-B.Pitu
Penamaan satuan morfologi ini didasarkan pada proses geomorfologi serta bentuk morfologi dan keadaan fisik batuan sebagai hasil dari aktivitas denudasi yang terjadi dan dominant terdapat pada derah tersebutAktivitas denudasi berupa proses pelapukan,erosi,dan longsoran merupakan kegiatan yang dapat merombak dan membentuk permukaan bumi.
Satuan morfologi pegunungan denudasi B.Musula-B.Pitu menyabar dibagian timur laut B.Laposso (931 m).Penyebaran satuan morfologi ini meliputi beberapa daerah pegunungan yang memenjang dari arah barat ke timur yaitu B.Matjekke (431 m),B.dua (938 m) danm B.Musula (819 m).B.Matonrong (903 m).B.Pitu (342 m),dan Kalukku (407 m) dengan sudut kemiringan antara 10-70 % Terdapat bebrapa perbukitan disekitar B.Pitu,B.Masula,dan B.Matonrong dengan arah penyebaran pegunungan bukit yang memanjang dari barat laut tenggara.
Aktivitas denudasi dipegunungan seperti B.dua memperlihatkan danya sisa-sisa erosi dan pelapukan yang mengikis senagian pegunungan tersebut.Pada beberapa tempat ditemukan adanya bukit-bukit kecil tumpul yang terbentuk akibat adanya pengaruh erosi dan pelapukan dimana keadaan soil pada bagian puncak bukit sangat tipis namun pada bagian lembah yang mempunyai soil yang tebal.
Sungai yang mengalir pada satuan morfologi ini adlah S.Birunga dengan beberapa anak sungainya yang mempunyai pola aliran dentritik dengan tipe genetik sungai Obsekuen.Satuan batuan yang menyusun satuan morfologi pegunungan denudasi ini pada umumnya terdiri dari breksi vulkanik kecuali pada daerah B.dua dan B.Matjekke batuan penyusunnya terdiri dari dari batuan beku andesit dan diorite yang merupakan satuan intrusi bentuk sill.Satuan morfologi ini sebagian digunakan oleh penduduk setempat sebagai daerah permukiman dan persawahan.
C. Pola Aliran Sungai
Sungai yang mengalir didaerah ini adalah sungai watu yang terletak didaerah barat laut dan mengalir dari arah timur ke barat dengan aliran tang tidak teratur sungai-sungai tersebut mengalir pada satuan napal dan breksi batugamping.Sungai urunga dengan beberapa anak sungainya terdapat disebelah selatan dengan aliran tegak lurus dengan sungai utama.Sungai umpung yang mengalir dari arah barat ke timur dan sungai ule mengalir dari arah utara ke selatan.Sungai tersebut mengalir pada satuan breksi vulkanik batugamping dan serpih.
Berdasarkan pada kenampakan dan data-data yang telah disebutkan maka dapatlah disimpulkan bahwa pola aliran sungainya adalah aliran rectangular dan dentritik.
D. Tipe Genetik Sungai.
Sungai-sungai yang mengalir didaerah Barru pada umumnya menunjukkan aliran yang berlawanan dengan arah kemiringan perlapisan batuan,sehingga dengan demikian dapat digolongkan sebagai sungai dengan tipe aliran Obsekuen.
E. Kuantitas air sungai
Sungai-sungai yang terdapat di Barru termasuk jenis sungai periodic dimana kuantitas airnya besar,pada musim hujan tetapi pada musim kemarau airnya kecil atau kering.
F. Stadia Daerah
Daerah Barru umumnya memperlihatkan kenampakan bentang akam berupa perbukitan dan pegunungan yang sebagian sudah tampak meruncing dan setempat-setempat terjadi penggundulan pada bukit-bukit.Bentuk lembah umumnya masih sempit dengan lereng terjal pada proses erosi lebih lanjut.
Sebagian sungai nampak menempati dasar lembah dan relative lurus dengan aliran yang tidak begitu deras,disamping itu pula dataran pedaratan belum begitu meluas.
Berdasarkan pada kenampakan dari cirri-ciri bentang alam seperti yang telah disebutkan maka dapatlah disimpulkan bahwa stadia daerah termasuk dalam stadia muda manjelang Dewasa.

2. Stratigrafi Regional
Daerah Barru disusun oleh beberapa satuan batuan dan tersebar pada jenis bentang alam yang berbeda atau berfariasi dan telah mengalami gangguan struktur sehingga menyebabkan jurus dan kemiringan perlapisan batuan menjadi tidak beraturan.Sebagian batuannya telah mengalami pelapukan dan peremukan hingga nampak kurang segar terutama pada napal.
Pengelompokkan dan penamaan satuan batuan didasarakan atas cirri-ciri fisik dilpangan, jenis batuan, posisi stratigrafi dan hubungan tektonik antar batuan dapat dikorelasikan secara vertical maupun lateral dan dapat dipetakan dalam skala 1 : 25.000.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka satuan batuan dapat digolongkan dalam 5 (lima) satuan,mulai dari satuan batuan yang muda sampai yang ke tertua yaitu sebagai berikut :
1. Satuan batuan beku intrusi
2. Satuan breksi
3. Satuan napal
4. satuan breksi batugamping tonasa
5. Satuan batupasir mallawa
6. Satuan serpih balangbaru
Pembahasan lebih lanjut dari setiap satuan batuan dari yang tertua ke yang termuda sebagai berikut :
A. Satuan serpih balangbaru
Penyebaran batuan ini tidak terlalau meluas yang menempati bagian sungai umpung dengan arah umum perlapisan baratdaya-timur laut. Ciri litologi berwarna segar ungu dan jika lapuk berwarna abu-abu dengan tekstur klastik halus berukuran lempung, dan ketebalan perlapisan berukuran antara 1-10 cm. Ukuran butir lempung dan struktur berlapis.
Lingkungan pengendapannya dari satuan serpih ini didasarkan ciri-ciri litologi dimana dijmpai perlapisan tipis dengan ukuran butir lempung yang menunjukkan lingkungan pengendapan tenang atau laut dalam.
Penentuan umur serpih diperkirakan berumur kapur termasuk dalam formasi Balangbaru. Hubungan stratigrafi dengan litologi diatasnya adalah tidak selaras.
B. Satuan batupasir Mallawa
Penamaan satuan batuan ini didasarkan atas dominasi dan pelemparan batuan penyusunnya serta cirri-ciri litologi. Penyebaran satuan batupasir ini meliputi bagian barat daerah Barru dengan arah umum perapisan berarah Utara-Selatan. Kenampakan satuan batuan ini menunjukkan adanya kesan perlapisan, dalam keadaan segar berwarna kuning kecoklatan, tekstur klastik kasar, mengandung mineral kuarsa. Dalam satuan ini terdapat angota-anggota berupa batupasir, konglomerat, batulanau, batulempung dan napal.Dengan sisipan batubar berupa lensa.
Umur satuan batuan ini diperkirakan antar Paleosen sampai Eosen Bawah, hubungan stratigrafi dengan satuan batuan dibawahnya adaklah tidak selarasa dengan satuan batuan diatasnya.
C. Satuan breksi batugamping
Penamaan satuan batuan ini didasarakan pada dominasi dan pelemparan batuan penyusunnya. Ciri litologi kompak dan keras serta bersifat karbonatan. Batruan ini terdiri atas fragmen berupa sekis,glaukonit,kuarsit, batugamping dan fosil serta matriks berupa lempung. Berdasarkan hal tersebut diatas makasatuan batuan ini dinamakan satuan breksi batugamping
Penyebaranm satuan ini meliputi sebelah barat alut dan sebagaian didaerah Buludua, yang pada umumnya menempati daerah satuan morfologi perbukitana gawir sesar Aleojang Buludua denga nsudut kemiringan lereng antara 10-20 %. Arah umum perlapisan batau relatif berarah baratlaut-tenggara dengan sudut kemiringan 25-37. ketebalan relative satuan breksi batugaming adalah 264 m.
Kenampakan satuan breksi batugamping menunjukkan adanya kesan perlapisan umum namun adapula yang terdapat dalam bentuk bongkahan. Tebal lapisan antara 16-60 cm. berwarna putikh kekuning-kuningan dalam keadaan segar dan lapuk berwarna abu-abu kehitaman. Klastik kasar dengan sortasi jelek dan mengandung fosil,mineral glukonit,muskovit,dan sekis.
Fosil yang dijumpai berupa foraminifera besar yaitu Nummulites gizehensis TAMARCK dan Discocyline indopacticia GALLOWAY. Berdasarkan cirri-ciri litologi dimana ada dijumpai perlapisan dengan tebal yang berbeda, disusun oleh mineral mineral berbutier kasar dengan pemilahan jelek dan kehadiran mineral glaukonit.
Penetuan umur dari satuan ini dari satuan ini didasarkan atas kandungan fosil yang dijumpai antar Eosen Awal sampai Eosen Tengah. Hubungan stratigrafi antar satuan breksi batugamping dengan satuan di bawahnya adalah selaras adan menjemari denga nsatuan Batunapal yang tidak selaras dengan breksi vulkaik yang berasda diatasnya. Satuan batuan ini ternmasuk dalam formasi tonasa.
D. Satuan Napal
Penyebaran satuan ini meliputi daerah Galungsalawe, Bale, dan Ampele dan sebagian terdapat di daerah timur laut.Sebagian dar isatuan batuan ini menempati daerah satuan morfologi perbukitan sesar,gawir aledjang buludua dan sebagian lagi terdapat pada daerah yang daerahnya relative datar arah umum perlapisan batuan beraraha baratlaut-tenggara dengan sudut kemiringan antara 23-840
Kenampakan satuan napal menujukkan adanya perlapisan denga n ketebalan anatar 25-50 cm. dalam keadaan segar, batuan ini berwarna putih keabuan dan lapuk berwarna kuning keabuan, tekstur klastik.
Dari hasil analisa secara mikro paleontology dijumpai fosil foraminifera plantonik yaitu Globigerina boweci HOLL dan Glubegeris indeks FINLAY sedang fosil foraminifera bentonik yaitu Textularia agglutinans D` ORBTONY. Berdasarkan kandungan fosi lini ditentukan lingkungan pengendapanya yaitu pada inner neritik-middle neritik denga n kedalaman 0-100m, atau lingkungna laut dangkal(TIPSWORD & SITTZER 1975)
Umur satuan ini yaitu Eosen Tengah bagian bawah(POSTUMA 1970) yang ditentukan dari kandungan fosilnya. Hubungan stratigrafi antara satuan in derngan batuan yang ada disekitarnya yaitu ssatuan breksi batugamping menjemari dan dengan satuan breksi vulkanik yang berada diatatasnya adalah tidak selaras. Satuan ini termasuk dalam formasi Tonasa
E. Satuan Breksi Vulkanik
Satuan breksi vulkanik penyebaranya meliputi beberapa pegunungan yaitu B. laposso, B. masula, B. matonrong, B. Pitu, B. kaluku serta pemukiman seperti menrong,parjiro adjenga,baitu,wuruwue dan litae ssebagian pula tersingkap di daerah aliran sungai kampong Litae, satuan ini menempati daerah satuan morfologi pegununga ndenudasi B. masula,B. pitu denganarah perlapisan batuan umumnya barat laut timur tenggara denga nsudut kemiringan antara 16 – 25 %.
Kenampakan dari satuan brekasi vulaknik ini menampakkan adanya perlapisan denag nkletebalan lapisan antara 35-100 cm. Fragmen batuan breksi vulkainik berupa batuan beku yaitu Basalt, andesit, matriks tufa yang disemen oleh silica denga nsortasi buruk. Ukuran fragmen yaitu antara 5-60 cm dan bentuk menyudut tanggung.
Pada satuan ini tidak dijumpai adanya fosil mikro dan makro sehingga satuan ini disebandingkan dengan batuan vulkanik camba yang barumur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir. Hubungan stratigrafi dengan batuan yang ada di atasnya maupun yang ada diaatasnya adalah tidak selaras.
F. Satuan batuan beku intrusi
Satuan in terdiri dar idua anggota yaitu batuan diorite dan batuan andesit. Batuan beku diorite penyebarannya meliputi daerah B. Matjekke dan sebagian kecil terdapat disebelah selatan barat laut. Batuan ini menempati daerah satuan morfologi pegunungan denudasi B.masula, B.pitu, dalam keadaa segar batua ini berwarna abu-abu dengan struktur kompak,tekstur faneritik dan bentuk kristal subhedral-anhedral ukuran mineral 1-2,3mm.
Penentuan umur batua ndiorit disebandingkan dengan hasil peneliti terdahulu (RA SUKAMTO 1982) yaitu berumur Miosen. Kenampakan batuan ini dalam keadaan segara menampakkan warna abu-abu kehitaman, struktur vasikuler,tekstur afanitik, komposisi mineral plagioklas,hornblend. Umur batuan beku andesit ini adalah Miosen berdasarkan hasil radiometri K/Ar terhadap mineral Hornblende.
3. Struktur Regional
struktur geologi di daerah penelitian terdiri atas :
1. Struktur lipatan
2. Struktur sesar
a. Struktur lipatan
Struktur lipatan adalah suatu bentuk deformasi pada batuan sediment,batuan vulkanik dan batuan metamorf yang memperlihatkan suatu bentuk yang mbergelombang (MARI AND P. BTLLINGS 1979)
Struktur lipatan yang berkembang di daerah Barru adalah :
Struktur sinklin waruwue
Struktur sesar waruwue sebagian besar terletak dibagian memanjang dari arah baratlaut ke tenggara dengansumbu lip;atana sekitar 10 km dan mempunyai benatu kyan relative melengkung dan merupakan suat usinklin asimetris. Satuan batuan yang menglami perlipatan adalah satuan batu breksi vulkanik yang diperkirakan ikut pula terlipat adalah satuan napal dan satuan breksi batugamping. Umur dari batuantersebut adal;ah Eosen Awal – Miosen Akhir ingga diperkirakan bahwa struktur sinklin waruwue terbentuk setelah Miosen Akhir.
b. Struktur sesar
Sesar merupakan suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan dan arahnya sejajar denga nbidang patahan (Sukendar Asikin 1979). Struktur sesar yang dijumpai pada daerah Barru bagia ntimur antar lain :
1. Sesar normal bale
2. Sesar geser Aledjang
3. Sesar Geser Buludua
a. Sesar Normal Bale
Sesar normal terletak disebelah utara dengan panjang sesar sekitar 250 m. sesar ini memanjang dari arah barat ke timur melalui dusun Bale,Galunsawae dan Buludua diptong oleh sesar geser Buludua. Bentuk sesar normal Bale ini relative melengkung dimana blok bagian selatan ralatif bergerak turun terhadap blok bagian utara satuan batuan yang tersesarkan terdiri dari satuan napal dan breksi batugamping
Berdasarkan pada umur batuan termuda yang dilalui satuan napal dengan umur Eosen Tengah maka diperkirakan sesar normal Bale terbentu ksetelah Eosen Tengah.
b. Sesar geser Aledjang
Sesar geser Aledjang terdapat adi sebelah barat laut dan merupakan sesar geser yang bersifat dexiral. Sesar geser ini mempunyai arah pergeseran relative ke timur laut-baratdaya denga npanjang pergeseran sekitar 200 m. sesar geser ini dicirikan oleh zona-zona hancuran batuan pada satuan napal yang ditemukan pad alereng permukaan gawir di dusun Aledjang.
Berdasarkan pada umur batuan yang termuda yan gdilalui maka diperkirakan bahwa sesar geser Aledjang terbentuk setelah Miosen Akhir.
c. Sesar geser Buludua
Sesar geser Buludua terdapat disebelah baratlaut dan merupakan sesar geser bersifat adextral. Sesar geser ini arah pergeseranya relative berarah baratlaut, tenggara dengan panjang pergeseran sekitar 2 km. satuan batuan yang dilaluinya terdiri atas napal dan satuan breksi gampingan akibat adanya sesar ini banyak ditemukan mata air disekitar daerah Bulubua.
Berdasarkan pada batuan termuda yang dilauinya yaitu satuan breksi vulkanik maka diperkirakan sesar ini terbentuk setelah Miosen Akhir
Selengkapnya...