Pages

Subscribe:

Labels

Kamis, 28 Januari 2010

Lantai Dasar Samudra

LANTAI DASAR SAMUDERA


I. Pendahuluan

Bila kita melihat potret bumi kita yang diambil dari angkasa luar, maka planet bumi didominasi oleh lautan. Oleh sebab itu planet bumi sering disebut sebagai planet biru (blue planet).
Luas permukaan bumi sekitar 510 juta km2. Dari luas tersebut sekitar 360 juta km2 atau sekitar 71% ditutupi oleh air (lautan dan pantai). Sisanya , 29% atau sekitar 150 juta km2 merupakan daratan. Pembagian menjadi daratan dan lautan tidak menunjukkan pembagian yang sama antara bagian utara dan bagian selatan. Di bagian utara dari bumi ini, 61% ditutupi oleh lautan sedangkan daratan hanya sekitar 39%. Sedangkan di bagian selatan bumi pembagiannya menjadi 81% merupakan lautan sedangkan daratannya hanya 19%. Hal tersebut menjadikan bagian utara bumi sering disebut sebagai hemisfer daratan sedangkan bagian selatan disebut hemisfer air. Volume dari daratan hanya sekitar 1/18 dari volume lautan.
Sekarang apa yang terlihat jika air yang menutupi permukaan bumi dikeringkan? Bila hal tersebut dilakukan, maka akan terlihat bukannya permukaan bumi yang rata seperti yang dibayangkan, tetapi permukaan bumi tersebut akan menunjukkan bentuk topografi yang sangat bervariasi.

Permukaan bumi tersebut akan menunjukkan rangkaian pegunungan yang tinggi, lembah yang dalam, dan juga dataran yang rata.
Meskipun kenampakan dasar samudera telah diketahui sejak abad 15 dan 16, tetapi pemahaman tentang topografi dasar samudera yang sangat kompleks baru terkuak sekitar abad 19. Pemahaman ini baru terbuka sejak adanya ekspedisi bawah laut sekitar 3.5 tahun dari H.M.S. Challenger yang dimulai Desember 1872 hingga Mei 1876. Ekspedisi Challenger merupakan ekspedisi pertama yang melakukan penelitian global tentang dasar samudera. Ekspedisi ini telah melakukan perjalanan di dasar samudera sekitar 110 000 kilometer pada semua samudera kecuali laut Arctic. Meskipun demikian, pemetaan dasar samudera baru bisa dilakukan dengan baik setelah ditemukannya alat echo sounder, yaitu peralatan electronik untuk megukur kedalaman laut dengan teknologi bunyi.
Alat echo sounder bekerja dengan memancarkan gelombang bunyi dari kapal ke dasar laut. Pantulan gelombang bunyi dari dasar laut akan diterima oleh alat penerima dan dicata waktu yang dibutuhkan oleh gelombang tersebut untuk sampai ke alat penerima (receiver). Dengan mengetahui kecepatan gelombang bunyi di dalam air, maka kedalaman dapat diukur dengan tepat. Sejak ditemukan alat echo sounder, maka kenampakan yang lebih detil dri dasar samudera dapat diketahui.
Ahli oseanografi (oseanografer) yang mempelajari topografi dasar lautan membaginya menjadi tiga bagian besar yaitu: tepi benua (continental margin), lantai dasar samudera (ocean basin floor) dan pematang tengah samudera (mid ocean ridges). Pembagian tersebut dapat dilihat pada gambar 1, yang menggambarkan perbandingan dari bagian-bagian tersebut pada Samudera Atlantik.


II. TEPI BENUA (CONTINENTAL MARGIN)

Tepi benua (continental margin) merupakan kawasan tempat bertemuanya kerak benua dengan kerak samudera. Kawasan ini merupakan kawasan yang sangat labil. Tepi benua dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu paparan benua (contnental shelf), lereng benua (continental slope), dan jendul benua (continental rise) (Gambar 2). Tepi benua dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu tepi benua yang pasif (passive continental margin) dan tepi benua yang aktif (active continental margin). Tepi benua pasif dicirikan oleh pertemuan kedua lempeng yang tenang dan merupakan kawasan yang relatif stabil. Sedangkan tepi benua yang aktif dicirikan oleh adanya penunjaman kerak samudera ke bawah kerak benua (zona subduksi).

Paparan benua merupakan paparan dengan kemiringan lereng yang landai mulai dari garis pantai ke arah laut dalam. Paparan benua mempunyai ukuran lebar yang sangat bervariasi tergantung dari tipe tepi benuanya. Pada tepi benua yang pasif, rata-rata paparan benua ini mempunyai lebar sampai 80 km dengan kedalaman mencapai sekitar 130 meter sampai 200 meter pada bagian paling tepi. Tetapi ada juga paparan benua yang lebarnya mencapai 1500 km. Sedangkan pada tepi benua yang aktif paparan benua mempunyai lebar yang relatif sempit. Kemiringan lereng rata-rata dari paparan benua hanya 2 meter per kilometer. Kemiringan ini sangat landai sehingga terlihat seperti suatu permukaan yang datar.

Paparan benua merupakan 7.5% dari luas total dasar samudera. Luas ini setara dengan 18% dari luas total daratan bumi. Kawasan paparan benua merupakan kawasan yang sangat penting baik secara ekonomi maupun politik, setelah pada kawasan ini ditemukan sebagai tempat deposit mineral yang penting, termasuk jebakan minyak dan gas bumi, serta endapan pasir dan gravel yang sangat besar. Selain itu pada kawasan ini merupakan tempat berkumpulnya ikan-ikan dalam jumlah yang sangat besar yang merupakan sumber makanan yang sangat penting.
Bila dibandingkan dengan bagian dari lantai dasar samudera yang dalam, paparan benua hanya merupakan bagian yang sangat kecil. Meskipun demikian bukan berarti paparan benua merupakan bagian yang relatif halus. Kenampakan yang paling banyak dijumpai pada paparan benua adalah lembah yang memanjang dari garis pantai menuju ke laut dalam. Kebanyakan dari lembah-lembah tersebut merupakan perpanjangan atau kelanjutan dari lembah-lembah sungai yang ada di daratan. Lembah-lembah tersebut terbentuk selama Kala Plistosen (zaman peng-esan). Selama zaman tersebut sejumlah besar air laut mengalami pembekuan dan berubah menjadi lapisan es yang menutupi daratan. Hal ini menyebabkan turunnya muka air laut hingga 90 sampai 120 meter, dan paparan benua muncul ke permukaan. Hal ini mengakibatkan sungai-sungai menjadi bertambah panjang dan banyak fauna dan flora menempati lingkungan yang baru terbentuk tersebut. Sekarang bagian tersebut telah tertutupi kembali oleh air laut dan menjadi lingkungan kehidupan bagi organisme laut. Pengerukan yang pernah dilakukan di sepanjang pantai timur Amerika mendapatkan sisa-sisa kehidupan organisme daratan seperti gajah, kuda dan mastodon. Pengambilan contoh endapan di dasar laut tersebut juga mendapatkan adanya endapan rawa-rawa air tawar yang menunjukkan bahwa kawasan ini dahulunya merupakan suatu daratan.
Kelanjutan dari paparan benua ke arah laut adalah lereng benua (continental slope). Bagian ini melebar ke arah laut dengan kemiringan lereng yang yang jauh lebih terjal dibandingkan dengan paparan benua. Rata-rata kemiringan lereng pada lereng benua adalah 70 m per kilometer atau sekitar 4o sampai 5o. Pada tepi benua yang aktif kemiringan lerengnya bisa mencapai 15o atau lebih pada bagian dasarnya. Kedalamannya berubah dari sekitar 100 sampai 200 meter hingga mencapai kedalaman sekitar 5 kilometer. Lereng benua menandai batas antara kerak benua dengan kerak samudera.

Sepanjang beberapa rantai pegunungan, lereng benua cenderung tiba-tiba menjadi palung laut dalam yang memisahkan daratan dengan cekungan laut. Pada kasus ini paparan benua sangat sempit atau bahkan tidak ada sama sekali. Tebing dari palung laut dengan lereng benua pada dasarnya menunjukkan kenampakan yang sama dan berubah menjadi pegunungan dengan puncak yang tingginya mencapai ribuan meter dari permukaan air laut. Kenampakan semacam ini dijumpai di sepanjang pantai barat Amerika Selatan. Di kawasan ini jarak vertikal dari puncak tertinggi Pegunungan Andes ke dasar palung laut dalam Peru – Chile yang membatasi daratan mencapai 12 200 meter.
Di daerah dimana palung laut tidak terbentuk, kemiringan lereng benua yang terjal akan naik secara bertahap yang disebut dengan jendul benua (continental rise). Pada jendul benua kemiringan lerengnya berkurang menjadi 4 sampai 8 meter per kilometer. Sementara lebar dari lereng benua rata-rata 20 kilometer, jendul benua lebarnya mencapai ratusan kilometer. Pada tempat ini terbentuk akumulasi sedimen yang tebal yang berasal dari paparan benua yang bergerak ke bawah menuju lantai dasar samudera yang dalam. Meskipun jendul benua relatif tidak nampak, tetapi permukaannya sering terdapat lembah bawah laut yang dalam (submarine canyon) atau gunungapi bawah laut yang belum sepenuhnya tertutup sedimen.
Lembah yang dalam yang dibatasi oleh tebing yang terjal dinamakan lembah bawah laut (submarine canyon) yang berasal dari lereng benua dan dapat mencapai kedalaman sampai 3 kilometer.


II. ARUS TURBIDIT

Arus turbidit atau sering disebut arus keruh, adalah arus yang terbentuk akibat longsoran material sedimen yang berada pada lereng benua yang belum padu benar. Proses ini terjadi kemungkinan akibat adanya gempabumi. Proses ini sama kejadiannya dengan longsoran yang terjadi di daratan. Jadi faktor utama pembentuknya adalah gaya gravitasi. Material yang longsor akan bercampur dengan air dan membentuk arus yang keruh karena banyaknya material yang tersuspensi di dalamnya. Karena air yang bercampur material sedimen tersebut lebih berat dari pada air yang berada di atasnya, maka material tersebut akan mengalir ke bawah dan mengerosi dan akan terakumulasi pada dasar laut yang lebih dalam. Proses erosi yang dilakukan oleh material sedimen ini terus terjadi selama proses terjadinya longsoran tersebut sehingga kadangkala dapat membentuk lembah yang dalam.
Arus turbidit pada awalnya terjadi pada sepanjang lereng benua dilanjutkan sampai memotong jendul benua . Selanjutnya kecepatannya menurun kemudian material tersuspensi ini mulai terendapkan. Material yang pertama kali terendapkan adalah material yang berukuran pasir kasar selanjutnya berturut-turut material yang berbutir halus, lanau dan lempung. Endapan ini disebut endapan turbidit yang dicirikan oleh penurunan ukuran butir dari bawah ke atas. Struktur sedimen demikian disebut struktur sedimen lapisan bersusun (graded bedding). Arus turbidit merupakan mekanisme terjadinya proses erosi dan transportasi di bawah laut. Arus inilah yang menyebabkan dijumpainya endapan sedimen laut dangkal pada dasar laut yang dalam. Pada endapan ini sering pula dijumpai sisa-sisa organisme yang hidup pada laut dangkal di endapan laut dalam.

III. KENAMPAKAN LANTAI DASAR SAMUDERA

Diantara tepi benua dan pematang tengah samudera terdapat lantai laut dalam. Kawasan ini berukuran hampir 30% dari permukaan bumi. Pada kawasan ini dijumpai adanya palung laut, yang merupakan alur yang sangat dalam yang disebut palung-laut dalam (deep-ocean trenches); daerah yang datar yang dikenal dengan dataran abisal (abyssal plains); dan gunung berapi dengan lereng yang terjal yang disebut gunung bawah laut (seamount).

III. 1. Palung-Laut Dalam

Palung-laut dalam merupakan alur atau parit yang panjang dan relatif sempit yang menggambarkan bagian terdalam dari lautan. Beberapa diantaranya di bagian barat Samudera Pasifik, palung laut ini mempunyai kedalaman lebih dari 10 000 meter di bawah muka air laut.
Meskipun palung laut merupakan hanya sebagian kecil dari daerah dasar samudera, tetapi merupakan fenomena geologi yang sangat menarik. Pada tempat ini terjadi penunjaman lempeng-lempeng kerak bumi ke dalam mantel bumi sehingga terjadi penghancuran dari kerak tersebut. Fenomena ini yang menyebabkan terjadinya gempabumi. Aktivitas gunung api juga berhubungan dengan proses pembentukan palung laut. Pada laut yang terbuka, palung laut membentuk alur yang sejajar dengan deretan pulau-pulau gunung api (volcanic island arcs). Sedangkan deretan gunung api kemungkinan dijumpai sejajar dengan palung laut yang berdekatan dengan daratan. Aktivitas gunung api ini terjadi karena kerak bumi yang menunjam ke dalam mantel bumi mengalami penghancuran dan mencairan yang membentuk magma kembali.


III. 2. Dataran Abisal (Abyssal Plains)

Dataran abisal merupakan kenampakan topografi yang sangat datar, dan kemungkinan kawasan ini merupakan tempat yang paling datar pada permukaan bumi. Dataran abisal yang dijumpai di pantai Argentina mempunyai perbedaan tinggi kurang dari 3 meter pada jarak lebih dari 1300 kilometer. Topografi yang datar ini kadang-kadang di selingi dengan puncak-puncak gunung bawah laut yang tertimbun.
Dataran abisal tersusun oleh akumulasi sedimen yang sangat tebal. Kenampakan sedimen pada daerah ini menunjukkan bahwa dataran ini dibentuk oleh endapan sedimen yang telah megalami pengangkutan sangat jauh oleh arus turbid. Endapan turbid ini berselingan dengan material sedimen yang berukuran lempung yang terus menerus terendapkan pada tempat ini.
Dataran abisal dijumpai sebagai bagian dari dasar samudera pada semua lautan. Dataran ini akan lebih luas apabila tidak dijumpai palung laut yang berdekatan dengan daratan. Samudera Atlantik memiliki dataran abisal yang lebih luas daripada samudera Pacifik karena samudera Atlantik mempunyai palung laut jauh lebih sedikit dibandingkan yang dijumpai pada samudera Pasifik.


III. 3. Gunung Bawah Laut (Seamounts)

Gunung bawah laut (seamount) merupakan puncak-puncak gunung yang muncul pada dasar samudera dengan ketinggian sampai beberapa ratus meter di atas topografi sekitarnya. Puncak kerucut yang terjal ini telah banyak dijumpai pada semua samudera di dunia ini . Samudera Pasifik merupakan samudera dengan gunung bawah laut yang terbanyak dibandingkan dengan samudera lainnya.
Kebanyakan gunungapi bawah laut muncul pertama kali dekat dengan pamatang tengah samudera, yaitu tempat pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang divergen (saling menjauh). Selanjutnya gunung tersebut terus bertumbuh seiring dengan pergerakan dari lempeng-lempeng tektonik tersebut. Jika pertumbuhan gunugapi tersebut cukup cepat, maka gunungapi tersebut akan membentuk suatu pulau. Setelah gunungtersebut tumbuh sebagai pulau, gunung tersebut akan mengalami proses erosi oleg aliran air perukaan dan kerja ombak sehingga ketinggiannya menurun sampai mendekati muka air laut.


IV. PEMATANG TENGAH-SAMUDERA (MID-OCEANIC RIDGES)

Pematang tengah samudera dijumpai pada semua samudera dan merupakan 20% dari permukaan bumi, dan merupakan kenampakan topografi yang sangat menakjubkan didasar laut. Topogarfi ini merupakan rangkaian pegunungan yang memanjang sampai sekitar 65 000 kilometer. Meskipun demikian kenampakan pematang tengah samudera sangat berbeda dengan rangkaian pegunungan yang dijumpai di daratan. Kalau rantai pegunungan di daratan disusun oleh batuan graniti dan andesitik sertabatuan dan batuan metamorf yang megalami perlipatan dan penesaran, maka pematang tengah samudera disusun oleh lapisan-lapisan batuan beku basaltic yang belum mengalami deformasi. Sebetulnya pemakaian kata pematang tidak begitu tepat, karena kenampakan topografi ini tidak sempit tetapi mempunyai lebar antara 500 sampai 5000 kilometer. Puncak dari pematang ditandai oleh adanya celah (rift) dan dibatasi oleh pematang yang memanjang sampai ratusan kilometer. Sumbu dari pematag ditandai oleh gempabumi yang terus menerus dan dicirikan oleh aliran panas yang sangat tinggi dari kerak bumi. Celah yang terdapat pada tengah pematang merupakan tempat magma baru muncul dari astenosfer yang secara menerus membentuk kerak samudera baru. Celah ini menggambarkan batas kerak yang divergen tempat terjadinya pemekaran lantai dasar samudera. (sea floor spreading).
Kenampakan yang menonjol dari pematang ini disebabkan karena kerak samudera yang baru sangat panas, dan mempunyai volume yang lebih besar daripada kerak samudera yang dingin. Ketika kerak yang baru ini bergerak menjauh dari pusat pemekaran, terjadi lah proses pendinginan yang bertahap dan terjadi pula kontraksi. Proses kontraksi panas ini semakin besar semakin menjauhi pusat pemekaran. Dibutuhkan waktu sekitar 100 juta tahun untuk terjadinya proses pendinginan dan kontraksi yang menyeluruh. Sekarang batuan yang terbentuk tersebut terletak pada dasar samudera dan telah tertutupi oleh lapisan sedimen yang tebal


V. TERUMBU KARANG DAN ATOL (CORAL REEF & ATOLL)

Terumbu karang (coral reef) kenampakan yang sangat menarik yang dijumpai di laut. Terumbu karang terutama dibentuk oleh sisa-sisa rangka gampingan dan sejenis ganggang. Istilah coral reef
Terumbu karang sangat banyak dijumpai pada samudera Pacifik dan Hindia yang mempunyai temperatur yang hangat, meskipun dapat juga terbentuk dimana-mana. Karena karang tumbuh dengan sangat baik pada temperatur sekitar 24o C, maka lokasi pertumbuhannya sangat membutuhkan air yang hangat. Selain itu pertumbuhan koral membutuhkan air yang jernuh dan sinar matahari yang cukup, oleh sebab itu koral tumbuh dengan baik pada kedalaman sekitar 45 meter.
Charles Darwin pada tahun 1831 sampai 1836, dengan menggunakan kapal Inggris melakukan ekspedisi mengelilingi dunia. Salah satu hasil dari ekspedisi selama 5 tahun tersebut adalah teori tentang proses pembentukan pulau-pulau karang atau atol. Atol terdiri dari terumbu karang yang melingkar seperti cincin yang hampir utuh yang mengelilingi laguna (lagoon), Laguna adalah laut yang tertutup, tetapi masih berhubungan dengan laut lepas. Sejak itu sampai setelah Perang Dunia II, asal muasal dari terumbu karang menumbuhkan keingintahuan orang.
Teori yang dicetuskan oleh Darwin berusaha menjawab pertanyaan yang selama itu timbul, yaitu: Bagaimana koral yang hanya tumbuh dengan baik pada air hangat, laut dangkal, dan kedalaman tidak lebih dari 45 meter dapat membentuk bangunan yang mencapai ribuan meter dari dasar laut? Pertanyaann tersebut dijawab oleh Darwin dengan teorinya, bahwa koral tidak hidup pada laut yang dalam, tetapi untuk hidupnya koral membutuhkan suatu fondasi yang harus sudah ada. Fondasi tersebut adalah gunungapi bawah laut yang mengalami penurunan. Kemudian koral tumbuh pada lereng-lereng gunungapi tersebut. Ketika gunungapi tersebut turun dengan perlahan, koral terus tumbuh ke atas. Lama kelamaan pertumbuhan koral tersebut akan membentuk semacam cincin.
Teori pembentukan atoll oleh Darwin tersebut bertahan sampai setelah Perang Dunia II. Setelah berakhirnya PD II, teori tersebut mulai ditinggalkan, ketika Amerika Serikat melakukan penelitian mendalam mengenai atoll yang akan dijadikan sebagai tempat percobaan bom atom. Pemboran yang dilakukan pada atoll tersebut tidak mendapatkan batuan vulkanik di bawah struktur koral yang tebal.


VI. SEDIMEN DASAR LAUT

Kecuali pada beberapa tempat, seperti tempat-tempat yang dekat dengan puncak dari pematang tengah samudera, dasar samudera ditutupi oleh endapan sedimen. Sebagian material sedimen tersebut terendapkan oleh arus turbid, dan sisanya merupakan material sedimen yang terendapkan perlahan-lahan dari permukaan laut. Ketebalan dari endapan sedimen tersebut sangat bervariasi. Pada beberapa palung laut, yang merupakan cekungan sedimentasi untuk sedimen yang berasal dari tepi benua, ketebalannya dapat mencapai 10 000 kilometer. Tetapi pada umumnya ketebalan sedimen di dasar laut kurang dari angka tersebut. Di Samudera Pasifik ketebalan endapan sedimen yang belum mengalami kompaksi mencapai sekitar 600 meter. Sedangkan di Samudera Atlantik ketebalannya berkisar antara 500 hingga 1000 meter.
Material yang berukuran halus seperti Lumpur, merupakan material yang dominan dijumpai pada dasar laut dalam, meskipun di beberapa tempat dijumpai juga endapan yang berukuran pasir. Material Lumpur (mud) juga merupakan endapan sedimen yang dominan dijumpai pada paparan benua dan lereng benua, tetapi endapan sedimen di tempat tersebut relatif lebih kasar karena kandaungan material yang berukuran pasir relatif lebih banyak. Pasir pada umumnya diendapkan pada paparan benua yag membentuk pesisir pantai. Pada beberapa tempat sedimen yang berbutir kasar ini, yang biasanya dijumpai pada atau dekat pantai, dijumpai pada laiut dengan kedalaman yang lebih besar sampai ke batas tepi paparan benua.

VI. 1. Tipe-Tipe Sedimen Dasar Laut

Endapan sedimen dasar laut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) sediment litogenous (berasal dari rombakan batuan), 2) sedimen biogenous (berasal dari organisme), 3) sedimen hydrogenous (berasal atau dibentuk oleh air). Meskipun macam sedimen di dasar laut tersebut dikelompokkan menjadi tiga, tetapi tidak ada sedimen yang hanya terdiri dari satu macam saja. Kebanyakan ketiganya dapat terbentuk bersama-samapada satu tempat.
Sedimen litogenous merupakan sedimen yang terutama terdiri dari butiran mineral yang berasal dari hasil pelapukan batuan di daratan yang mengalami pengangkutan ke laut. Sediment asal daratan ini disebut juga sedimen terigen (terigenous sediment). Sedimen litogenous diendapkan hampir di seluruh dasar laut. Partikel-partikel sedimen yang berukuran pasir diendapkan dekat pantai. Sedangkan material yang berukuran halus akan terangkut oleh arus laut ke tempat yang lebih jauh sampai ribuan kilometer dan diendapkan di dasar laut dalam. Endapan sedimen yang berbuti halus ini disebut sedimen pelagic (pelagic sediment). Selain diangkut oleh air, sedimen yang berbutir halus juga mengalami pengangkutan oleh angin dan diendapkan di dasar laut dalam. Proses pengendapan sedimen ini di dasar laut dalam sangat lambat. Endapan dengan ketebalan 2 cm dibutuhkan waktu antara 5000 sampai 50 000 tahun. Sebaliknya pada tepi benua yang dekat dengan muara sungai yang besar , sedimen litogenous terendapkan sangat cepat.
Sediment pelagic sangat tipis pada pematang tengah samudera dan akan semakin menebal semakin menjauh dari pematang tersebut. Hal ini disebabkan dasar samudera pada pematang merupakan kerak yang masih muda umurnya dan semakin menjauh dari pematang semakin tua. Karena proses pengendapan sedimen tersebut berlangsung terus menerus, maka endapan yag tebal terjadi pada dasar laut yang lebih tua, sebaliknya menipis pada dasar laut yang lebih muda.


Karena sedimen yang berbutir halus tersuspensi dalam air dalam waktu yang relatif lama, maka tidak tertutup kemungkinan terjadi reaksi pada sedimen tersebut. Oleh sebab itu endapan sedimen pada laut dalam sering atau coklat. Warna tersebut dihasilkan karena reaksi antara unsur besi yang terdapat di dalam partikel atau di dalam air bereaksi dengan oksigen yang terlarut dalam air dan menghasilkan oksida besi (karat).
Sedimen biogenous terdiri dari cangkang atau rangka dari organisme laut. Rombakan ini dihasilkan dari mikro organisme yang hidup dekat atau pada permukan air. Rombakan cangkang dan rangka organisme ini secara terus menerus akan jatuh ke dasar laut.
Sedimen biogenous yang sangat umum adalah calcareous ooze yang tersusun oleh CaCO3. Sedimen ini dibentuk oleh organisme yang hidup permukaan air laut yang hangat. Calcareous ooze tidak terbentuk pada lingkungan laut yang sangat dalam. Ketika cangkang dari organisme tersebut yang disusun oleh calcareous carbonate perlahan jatuh ke dasar laut dengan air yang dingin, material tersebut akan larut dalam air. Hal ini disebabkan karena air yang dingin banyak mengandung karbon dioksida sehingga lebih asam daripada air hangat. Pada laut yang dalamnya lebih dari 4500 meter, cangkang organisme yang disusun oleh kalkareous akan larut sebelum mencapai dasar laut.
Contoh lain dari sedimen biogenous adalah sedimen siliceous ooze (SiO2) dan sedimen yang kaya posfat. Sedimen siliceous ooze terutama disusun oleh rangka diatomea (algae) dan radiolaria (binatang). Sedimen yang disusun oleh radiolaria disebut radiolarit. Sedangkan sedimen yang kaya posfat dibentuk oleh rombakan tulang, gigi , dan bagian keras lainnya dari ikan dan binatang laut lainnya.
Sedimen hidrogenous terdiri dari mineral hasil kristalisasi langsung dari air laut. Contohnya batugamping yang dibentuk dari kristalisasi air yang banyak mengandung calcium carbonate (CaCO3). Meskipun kebanyakan batugamping disusun oleh sedimen biogenous.
Salah satu contoh yang bagus dari sedimen hidrogenous adalah nodul mangan. Nodul mangan merupakan sedimen dasar laut yang cukup penting dan mempunyai nilai ekonomis. Nodul mangan merupakan material sedimen yang bentuknya membundar berwarna coklat kehitaman dan disusun oleh campuran mineral-mineral yang terbentuk dengan sangat lambat di dasar laut. Tingkat pembentukannya merupakan salah satu reaksi kimia yang paling perlahan. Dengan analisa radioaktif, diketahui tingkat pertumbuhan nodul adalah 0.002 sampai 0,2 milimeter per 1000 tahun.
Meskipun nodul mangan mengandung lebih dari 20%, ketertarikan pada endapan ini disebabkan karena banyaknya unsur logam lain yang lebih bernilai ekonomis. Selain mangan, nodul mangan dapat juga mengandung besi, tembaga, nikel dan kobalt dalam jumlah yang signifikan. Meskipun banyak kawasan yang mengandung nodul, tetapi tidak potensial untuk dieksploitasi. Kemungkinan penambangan dapat dilakukan apabila suatu wilayah mengandung deposit yang melimpah sekitar lebih dari 5 kilogram per m2, dan mengandung kobalt, tembaga dan nikel. Selain itu karena deposit nodul berada di dasar laut dalam maka diperlukan teknologi tinggi dan biaya yang sangat besar. Hal ini menyebabkan banyak deposit nodul mangan yang belum diekspoitasi.
Selengkapnya...

PEMBENTUKAN PEGUNUNGAN

PEMBENTUKAN PEGUNUNGAN

Pegunungan merupakan suatu kenampakan yang sangat spektakuler, yang menjulang ke atas sampai beberapa ratus meter bahkan lebih, dari dataran yang ada sekelilingnya. Beberapa dari kenampakan itu merupakan suatu massa tunggal yang terisolasi, sedang beberapa lainnya merupakan suatu rangkaian pegunungan yang sangat panjang. Beberapa dari rangkaian tersebut merupakan rangkaian pegunungan yang masih sangat muda, seperti Pegunungan Himalaya, yang masih tumbuh sampai sekarang. Sedang lainnya merupakan rangkaian pegunungan yang sudah tua dan sudah mengalami proses penurunan (perataan) permukaannya.

Secara umum proses yang membentuk suatu sistem pegunungan disebut dengan proses orogenesis. Kata tersebut berasal dari bahasa Yunani oros (pegunungan) dan genesis (pembentukan atau mula jadi). Sistem pegunungan akibat dari proses tersebut menunjukkan adanya suatu gaya yang sangat besar yang mengakibatkan terjadnya perlipatan (folded), pensesaran (faulted) dan umumnya merubah bentuk bagian kerak bumi yang besar. Meskipun gaya yang sangat besar merupakan faktor utama pembentukan pegunungan ini, tetapi hasil kerja proses-proses eksogen oleh air ataupun es yang mengerosi pegunungan tersebut, menyebabkan kenampakan bentang alam pegunungan tersebut lebih indah.

Proses orogenesis dapat dijelaskan dengan baik, baru beberapa waktu belum lama ini dengan teori tektonik lempeng (plate tectonic). Teori ini telah menarik para ahli geologi untuk menerangkan mengenai proses pembentukan pegunungan. Sebelum membahas mengenai teori tersebut, akan diuraikan lebih dahulu mengenai proses pengangkatan dan perubahan bentuk kerak bumi.

Pengangkatan Kerak Bumi (crustal uplift)

Fosil-fosil kerang invertebrata laut yang dijumpai di pegunungan, menunjukkan bahwa batuan yang menyusun pegunungan tersebut merupakan batuan sedimen yang terbentuk di laut. Kemudian setelah binatang tersebut mati dan berubah menjadi fosil, terjadi suatu proses pengangkatan, sehingga batuan sedimen yang terbentuk di laut tersebut membentuk pegunungan. Kejadian semacam ini (pengangkatan kerak bumi) merupakan proses geologi yang sangat umum dalam sejarah bumi ini. Tetapi muncul suatu pertanyaan, mengapa terjadinya suatu proses pengangkatan ini tidak selalu dapat dengan mudah diketahui sebagai akibat dari suatu proses pergerakan.

Telah kita ketahui, gaya gravitasi memegang peranan penting yang menentukan ketingian suatu permukaan bumi. Litosfera yang disusun oleh material yang lebih ringan akan mengapung dan mudah mengalami deformasi (perubahan bentuk) di atas astenosfer. Konsep mengenai pengapungan karena keseimbangan gravitasi ini disebut isostasi. Daerah pegunungan merupakan bagian kerak bumi yang tipis. Pegunungan tidak hanya merupakan bentang alam yang tinggi, tetapi juga merupakan sumber material bagi tempat-tempat yang rendah. Kenampakan ini dapat dijelaskan dengan data seismik dan gravitasi.

Dari ide tersebut menunjukkan bahwa litosfer di bawah samudera lebih tipis daripada litosfer yang menyusun benua, karena elevasinya jauh lebih rendah. Meskipun telah kita ketahui bahwa batuan penyusun kerak samudera ini mempunyai spesifik grafitasi yang lebih besar daripada batuan penyusun kerak benua. Hal tersebut merupakan faktor lain yang menunjukkan mengapa kerak samudera terletak di bawah kerak benua.

Apabila konsep isostasi ini benar, maka apabila beban di atas kerak bumi ditambah, akan terjadi penurunan kerak bumi. Sebaliknya apabila beban tersebut berkurang atau dihilangkan, maka akan terjadi pengangkatan kerak bumi. Perisitiwa terjadinya pergerakan semacam ini sangat didukung oleh teori penyesuaian isostasi.

Jadi pegunungan merupakan penebalan kerak bumi yang tidak sebenarnya yang tetap mempunyai ketinggian diatas rata-rata daerah sekitarnya. Seiring dengan terjadinya pengikisan material oleh proses erosi, penyesuaian isostasi akan terjadi secara bertahap pada pegunungan tersebut. Secara berangsur pula bagian terdalam dari pegunungan tersebut akan mengalami pengangkatan sampai pada kedalaman yang dangkal dengan kerak disekililingnya. Yang tetap menjadi pertanyaan adalah bagaimana bagian yang tebal (penebalan) dari kerak bumi tersebut terjadi???

DEFORMASI BATUAN

Apabila batuan mendapat tekanan yang besarnya melebihi daya tahan batuan itu sendiri, maka batuan akan mengalami perubahan. Pada umumnya perubahan tersebut membentuk struktur perlipatan (folding) atau retakan (fracturing). Hal tersebut sangat mudah untuk digambarkan bagaiman suatu masa batuan akan pecah. Tetapi seberapa besar unit batuan dapat melengkung membentuk suatu perlipatan tanpa batuan tersabut pecah selama proses perubahan terjadi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, para ahli geologi melakukan percobaan di laboratorium pada batuan yang diberi gaya dengan melakukan simulasi pada kondisi yang sesuai dengan kondisi di bawah permukaan bumi. Meskipun batuan penyusun kerak bumi mempunyai ketahanan bervariasi dalam menerima gaya, karakteristik umum dari perubahan batuan dicobakan pada percobaan tersebut. Para ahli geologi mendapatkan bahwa apabila tekanan (stress) diberikan perlahan dan dibawah tekanan yang rendah, batuan akan mengalami perubahan secara elastis. Perubahan ini disebut elastic deformation, seperti karet batuan akan kembali pada bentuk dan ukuran semula ketika tekanan (stress) tersebut dihilangkan. Sebaliknya apabila batas elastisitas batuan dilewati, batuan akan pecah atau mengalami perubahan secara plastis. Perubahan plastis (plastic deformation), menghasilkan perubahan yang tetap, maksudnya bentuk dan ukuran unit batuan akan berubah menjadi perlipatan. Pada pecobaan di laboratorium menunjukkan bahwa pada kondisi tekanan dan temperatur yang tinggi, kebanyakan batuan mengalami perubahan bentuk secara plastis apabila batas elastisitas batuan dilewati.

Macam gaya yang bekerja pada batuan dapat dilihat pada gambar 6.1

Pensesaran (faulting)

Sesar (fault), sering juga disebut patahan, merupakan retakan pada batuan kerak bumi yang disertai dengan pergeseran sepanjang retakan tersebut. Sesar dikategorikan dengan dasar pergerakan relatif antara bagian-bagian yang terletak di kedua sisi dari bidang sesarnya. Pergerakan tersebut dapat horisontal, vertikal maupun menyudut (oblique).


Gambar 6.1. Macam gaya yang bekerja pada batuan

Sesar dengan pergerakan vertikal dari bagian yang tersesarkan disebut dengan sesar dip-slip (dip-slip faults). Sesar vertikal ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam. Apabila bagian yang terletak di atas bidang sesar (hanging wall) bergerak relatif ke bawah daripada bagian yang terletak di bawah bidang sesar (foot wall), disebut dengan sesar normal atau sesar turun (normal faults, gravity faults) (Gambar 6.2). Sedangkan apabila bagian yang terletak di atas bidang sesar rekatif bergerak ke atas, disebut dengan sesar naik (reverse fault) (gambar 6.3). Sesar naik dengan sudut yang sangat kecil disebut dengan thrust faults. Suatu thrust fault yang sangat panjang (seperti yang terjadi di Pegunungan Appalachians) diakibatkan oleh suatu gaya kompresi yang kuat.

Sesar yang pergeserannya dominan horisontal atau sepanjang jurus sesar tersebut disebut dengan sesar geser (strike-slip fault). Sesar geser yang besar pada umumnya berasosiasi dengan batas-batas lempeng disebut dengan transform faults. Transform faults mempunyai kemiringan yang hampir tegak dan dapat berhubungan dengan struktur yang besar semacam bagian dari pematang dasar laut (oceanic ridges). Salah satu contoh dari transform faults adalah sesar San Andreas di California USA, yang mempunyai pergeseran sampai beberapa ratus kilometer. Sesar dengan pergerakan vertikal dan horisontal disebut dengan oblique-slip fault.

Pergerakan-pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang tersesarkan dapat menunjukkan macam-macam gaya yang bekerja pada kerak bumi. Sesar normal menunjukkan adanya gaya tarik (tension) yang menarik bagian dari kerak bumi. Proses penarikan ini dapat terjadi karena pengangkatan yang mengakibatkan permukaan meregang dan kemudian pecah atau oleh gaya horisontal yang menyebabkan bagian kerak bumi terputus. Sesar normal pada umumnya terjadi pada pusat pemekaran (spreading center) pada divergensi lempeng kerak bumi. Bagian yang turun (rendah) yang dibatasi oleh dua buah sesar normal disebut graben. Sedangkan bagian yang naik (tinggi) disebut dengan horst.


Karena pada sesar naik (reverse & thrust faults), bagian yang tersesarkan

bergerak relatif di atas bagian yang lain, maka dapat disimpulkan bahwa sesar ini diakibatkan oleh gaya kompresi (compressional force). Pada umumnya bagian kerak bumi yang mengalami gaya ini adalah pada batas konvergensi dari lempeng kerak bumi, dimana lempeng-lempeng kerak bumi saling bertumbukan. Gaya kompresi ini pada kerak bumi selain dapat membentuk sesar juga dapat membentuk perlipatan. Akibat dari adanya perlipatan ini adalah penebalan dan penipisan batuan yang mengalami gaya.


Perlipatan (Folding)

Selama proses pembentukan pegunungan, batuan volkanik dan batuan sedimen yang mendatar, akan mengalami pelengkungan membentuk suatu seri lipatan. Proses tersebut mengakibatkan adanya pemendekan dan penebalan dari batuan penyusun kerak bumi. Gambar 6.3 menunjukkan struktur perlipatan yang sangat umum. Bagian perlipatan yang menonjol ke atas disebut dengan antiklin (anticline), sedangkan bagian yang cekung disebut dengan sinklin (sincline). Berdasarkan orientasi sayap-sayapnya, perlipatan dapat dibedakan menjadi perlipatan simetri, asimetri dan menggantung (overtuned).

Suatu perlipatan tidak selalu menerus, pada suatu saat perlipatan tersebut akan berhenti. Apabila sumbu perlipatan tersebut menunjam ke dalam kerak bumi, maka perlipatan tersebut disebut perlipatan menunjam. Gambar 6.4 menunjukkan contoh dari perlipatan menunjam dan pola dari struktur tersebut yang telah mengalami proses erosi.


Gambar 6.3 dan 6.4 Struktur geologi perlipatan dan perlipatan menunjam

Meskipun kebanyakan perlipatan disebabkan oleh gaya kompresi, tetapi ada perlipatan yang diakibatkan oleh gaya vertikal. Perlipatan yang diakibatkan oleh gaya vertikal ini membentuk suatu struktur yang melingkar yang menunjam ke segala arah. Perlipatan semacam ini yang cembung disebut struktur kubah (domes), sedangkan yang cekung disebut basin. Pada struktur kubah, bagian pusatnya (inti) disusun oleh batuan yang lebih tua, sedangkan pada struktur basin bagian tengahnya disusun ole batuan yang lebih muda (Gambar 6.5)

TIPE-TIPE PEGUNUNGAN LIPATAN

Meskipun tidak ada suatu rangkaian pegunungan yang sama satu sama lain, tetapi suatu sistem pegunungan dapat diklasifikasikan berdasarkan pada karakteristiknya yang dominan. Berdasarkan kriteria tersebut, maka ada 4 (empat) tipe sistem pegunungan, yaitu :

1. Pegunungan perlipatan (folded mountain)

2. Pegunungan volkanik (volcanic mountain)

3. Pegunungan patahan (fault-block mountain) dan

4. Upward mountain


Gambar 6.5 Struktur kubah dan basin

Pegunungan lipatan (folded mountains)

Pegunungan lipatan merupakan suatu sistem pegunungan yang kompleks dan besar. Meskipun perlipatan merupakan struktur yang sangat dominan penyusun sistem pegunungan ini, kenampakan geologi lainnya sering dijumpai seperti sesar, metamorfisme dan aktivitas magma. Semua deretan pegunungan yang besar di dunia ini seperti Pegunungan Alpen, Ural, Himalaya dan Appalachian, merupakan sistem pegunungan lipatan. Karena hampir semua deretan pegunungan yang besar di dunia ini merupakan sistem pegunungan lipatan, maka proses pembentukan pegunungan selalu dihubungkan dengan pegunungan lipatan.

Pegunungan patahan (Fault-block mountains)

Sistem pegunungan patahan merupakan sistem pegunungan yang terbentuk akibat pensesaran dari blok-blok bnatuan yang besar, biasanya berhubungan dengan pengangkatan sepanjang sesar normal dengan sudut yang besar.

Contoh yang baik untuk sistem pegunungan ini adalah deretan pegunungan di Basin and Range Province, suatu pegunungan yang melalui Nevada dan sebagian Utah, New Mexico, Arizona dan California di Amerika Serikat. Disini kerak bumi telah mengalami penghancuran menjadi berkeping-keping, yang kemudian terangkat menjadi rangkaian pegunungan yang hampir sejajar dengan panang sampai 80 km dan muncul diatas ketinggian rata-rata di atas batuan sedimen yang ada di sekitarnya.

Upward mountains

Sistem pegunungan ini merupakan tipe pegunungan yang sangat berbeda. Beberapa sistem pegunungan ini mempunyai batuan beku dan batuan metamorf sebagai batuan dasar, yang telah mengalami proses erosi dan kemudian tertutupi oleh batuan sedimen. Kemudian setelah daerah tersebut mengalami pengangkatan, proses erosi memindahkan batuan sedimen, sehingga inti dari pegunungan ini yang terdiri dari batuan beku dan batuan metamorf muncul ke permukaan dan meninggalkan topografi yang lebih tinggi dari daerah di sekitarnya.

Pada umumnya bagian yang terangkat tersusun oleh batuan dasar yang berumur lebih tua yang tertutupi oleh lapisan yang relatif tipis dari batuan sedimen. Lama kelamaan, batuan sedimen ini akan tererosi, sehingga inti batuan dasarnya akan muncul. Di beberapa tempat, lapisan batuan sedimen yang tersisa menempati sayap-sayap dari pegunungan batuan kristalin yang menjadi intinya. Morfologi ini sangat mudah dikenali, karena perlapisan yang tersisa ini menunjukkan suatu tebing yang terjal disebut dengan hogbacks.

PEMBENTUKAN PEGUNUNGAN DAN TEKTONIK LEMPENG

Seperti yang telah diketahui sejak lama, bahwa suatu sistem pegunungan mempunyai banyak kenampakan yang umum. Dari hal tersebut, para ahli geologi dapat menyimpulkan bahwa sistem tersebut memiliki sejarah pembentukan yang berbeda. Beberapa sistem pegunungan muda sejajar dengan pantai suatu benua. Mereka disusun oleh batuan sedimen yang sangat tebal dapat mencapai 15.000 m dan telah mengalami perlipatan, persesaran dan diterobos oleh tubuh batuan beku. Sampai pada dekade terakhir dipercaya bahwa batuan sedimen tersebut dibentuk oleh proses sedimentasi pada cekungan yang mengalami penurunan perlahan yang disebut geosinklin. Setelah ketebalan yang sangat besar dari sedimen tersebut terbentuk,suatu gaya horisontal dari sisi-sisi geosinklin tersebut menekan sedimen sehingga mengalami pemendekan dan penebalan dari kerak bumi. Proses ini menghasilkan suatu sistem pegunungan yang tinggi dan secara bersamaan menekan sedimen tersebut ke tempat yang lebih dalam pada kerak bumi. Juga dipercaya, sedimen yang tertanam jauh di dalam bumi menyebabkan magma menerobos ke atas pada batuan sedimen yang tidak mencair. Jadi suatu rantai kompleks pegunungan terdiri dari batuan sedimen yang terlipat dan tersesarkan mengelilingi tubuh batuan beku intrusi dan batuan metamorf yang terbentuk.

Meskipun konsep geosinklin pada pembentukan pegunungan memiliki banyak kebaikan, tetapi penyebab proses orogenesa yang mendasari proses pembentukan tersebut tetap tidak dapat dijelaskan. Apa yang dihasilkan dari proses penurunan pada geosinklin? Mengapa sedimen yang terakumulasi relatif tidak mengalami gangguan untuk jangka waktu yang cukup lama dan tiba-tiba mengalami proses deformasi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut yang menyebabkan para ahli geologi tetap mencari jawaban dari problem-problem yang kompleks pada proses pembentukan pegunungan.

Dengan berkembangnya teori tektonik lempeng, beberapa pertanyaan yang muncul pada teori geosinklin dapat dijawab. Teori yang baru memberikan suatu ide bahwa suatu orogenesa disebabkan oleh karena suatu segmen yang besar dari kerak bumi mengalami pergeseran. Berdasarkan teori tektonik lempeng, pembentuk pegunungan terjadi pada batas lempeng yang konvergen. Pada lempeng-lempeng yang saling bertumbukan ini menyebabkan terjadi suatu gaya kompresi yang melipat, mensesarkan dan mengubah endapan sedimen yang tebal yang terakumulasi pada lereng benua. Sedangkan pencairan dari kerak samudera yang menunjam merupakan sumber magma yang menerobos batuan-batuan yang telah mengalami deformasi.

Orogenesis pada zona subduksi

Pada tahap awal dari perkembangan suatu sistem kompleks pegunungan, bagian tepi kontinental masih stabil (pasif). Bagian ini bukan merupakan batas dari lempeng benua, tetapi merupakan bagian yang sama yang bergabung dengan kerak samudera. Contoh yang bagus untuk keadaan tepi kontinen yang pasif sekarang ini adalah pantai timur Amerika serikat. Disini seperti tepi kontinen lainnya yang mengelilingi Samudera Atlantik, proses pengendapan sedimen menghasilkan suatu endapan yang tebal dari batupasir, batugamping dan serpih.

Pada suatu saat, tepi benua menjadi aktif, sehingga terbentuklah zona subduksi dan proses deformasi mulai terjadi. Tempat baik untuk mengetahui suatu tepi kontinen yang aktif adalah pantai barat Amerika Selatan. Di tempat ini lempeng Nazca menunjam di bawah lempeng benua amerika Selatan sepanajng palung Peru – Chili. Zona penunjaman ini kemungkinan terbentuk bersamaan dengan pemekaran benua Pangaea. Pada saat lempeng amerika selatan berpisah dengan lempeng afrika dan perlahan bergerak ke arah barat, kerak samudera yang berbatasan dengan Amerika Selatan tertekuk dan terlipat di bawah kerak kontinental. Perubahan pada kerak samudera ini akan memberikan efek pada kerak kontinen yang ada diatasnya. Pada kasu ini batuan sedimen yang menyusun lempeng Nazca yang merupakan lereng tepi benua mengalami deformasi dan menghasilkan suatu kompleks pegunungan yang dikenal dengan nama Pegunungan Andes bagian Timur.

Penunjaman dan pencairan sebagian dari lempeng Nazca mengakibatklan perkembangan dari busur vulkanik. Pada beberapa sistem busur aktivitas vulkanik merupakan gejala yang sangat mudah dikenali, tetapi sebagian besar dari magma mengalami perpindahan tempat jauh di bawah permukaan bumi dan membentuk tubuh batuan beku batolit. Hal tersebut mengakibatkan proses penebalan dari kerak kontinental. Selanjutnya aktivitas tersebut dilanjutkan dengan proses pengangkatan. Akibat dari proses penebalan kerak kontinen ini, pegunungan andes terangkat sampai beberapa kilometer di atas palung laut.

Selama perkembangan busur vulkanik, batuan sedimen yang berasal daratan akan mengalami perombakan dan terkonsolidasikan kembali pada sisi yang berlawanan dengan jalur palung laut. Penumpukan batuan metamorf yang terbentuk dari batuan yang berasal dari kerak samudera membentuk kompleks melange. Batuan metamorf yang terdapat pada komplek mel;ange terbentuk pada kondisi tekanan yang tinggi dari proses tumbukan lempeng tektonik, tetapi pada kondisi temperatur yang agak rendah. Akibatnya batuan tersebut dapat dibedakan dengan batuan metamorf yang terbentuk pada temperatur tinggi yang berasosiasi dengan tubuh batuan beku intrusif. Apabila komplrks melange dijumpai pada bagian dalam dari kerak kontinen, hal tersebut menunjukkan daerah tersebut merupakan zona subduksi. Keadaan demikian sangat baik dan merupakan suatu petunjuk untuk menceritakan sejarah geologi kawasan tersebut.

Tumbukan kontinental

Sampai pada bagian ini telah diuraikan proses pembentukan jalur orogenesis yang terbentuk akibat tumbukan antara kerak kontinental dengan kerak samudera. Tumbukan antara dua lempeng tektonik kadang-kadang terjadi juga antara kerak benua dan kerak benua. Karena batuan penyusun kerak benua relatif mengambang, maka kemungkinan terjadinya tumbukan antara fragmen kerak benua sangat besar. Contoh dari peristiwa ini terjadi sekitar 45 juta tahun yang lalu ketika India bertumbukan dengan asia. India yang pada awalnya bersatu dengan antartika, telah berjalan sejauh hampir 5000 km sebelum terjadinya tumbukan tersebut. Akibat dari proses tumbukan tersebut, terbentuk Pegunungan Himalaya dan Daratan Tinggi Tibet. Meskipun sebagian besar kerak samudera memisahkan massa daratan tersebut sebelum terjadinya tumbukan, tetapi sebagian lainnya telah dihubungkan oleh endapan sedimen laut dalam yang juga mengalami peremasan dan sekarang dijumpai pada tempat yang sangat tinggi dari permukaan laut. Setelah adanya proses tumbukan, bagian kerak samudera yang menunjam pada kerak kontinental akan terus bergerak jauh ke dalam.

Rangkaian pegunungan lainnya yang menunjukkan kejadian tumbukan kerak benua adalah Pegunungan alpen, Ural dan Appalachian. Pegunungan Appalachian diperkirakan merupakan pertemuan antara Amerika Utara, Eropa dan Afrika Utara. Meskipun ketiganya sekarang telah terpisahkan, ketiganya menunjukkan bagian dari superkontinen Pangaea tidak lebih dari 20 juta tahun lalu.

Orogenesis dari suatu rangkaian kompleks pegunungan dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. setelah pengahncuran dari kerak kontinental, endapan sedimen yang tebal terbentuk di sepanjang tepi kontinental yang stabil (pasif). Hal ini akan menyebabkan bertambah luasnya kerak kontinental.
  2. Dengan suatu sebab yang belum dimengerti, cekungan lut semakin mendekat dan konvergensi dengan kerak kontinen mulai terjadi.
  3. Hasil konvergensi kerak tersebut terjadilah penunjaman kerak oseanik ke bawah kerak kontinental dan aktivitas magma mulai terjadi. Aktivitas magma ini menghasilkan pembentukan busur vulkanik yang letaknya hanya beberapa ratus kilometer ke arah laut dari pantai purba.
  4. Rombakan hasil erosi dari busur vulkanik dan daratan ditambah rombakan sedimen yang berasal dari kerak yang menunjam, akan menambah sedimen sepanjang tepi kontinental.
  5. Konvergensi selanjutnya menyebabkan laut dangkal di belakang busur vulkanik akan semakin menyempit. Proses orogenesis ini akan mengakibatkan terjadinya deformasi dan metamorfisme sedimen belakang busur vulkanik dan berasosiasi dengan rombakan batuan vulkanik seperti pada busur vulkaniknya sendiri.
  6. Pada saat kerak kontinental bertumbukan, asosiasi aktivitas magma, proses deformasi dan metmorfisme sedimen yang terjebak, akan menghasilkan batuan kristalin sebagai inti dari rangkaian pegunungan yang baru. Bersamaan dengan deformasi dataran oseanik ini menganjak ke arah daratan. Endapan laut dangkal yang membentuk paparan benua akan terlipatkan dan tersesarkan membentuk sesar naik dengan sudut relatif kecil.
  7. Akhirnya perubahan pada batas lempeng berakhir dan rangkaian pegunungan berkembang hanya erosi selanjutnya yang akan merubah bentuk bentang alam tersebut.

Urutan proses tersebut telah terjadi berulang kali selama waktu geologi di masa lalu. Hanya tingkat deformasi, tatanan geologi dan iklim yang berbeda-beda untuk setiap proses. Jadi setiap kejadian pembentukan suatu rangkaian pegunungan merupakan event yang unik.

Orogenesis dan pertumbuhan kontinental

Pada awalnya, teori tektonik lempeng memberikan inspirasi dua mekanisme terjadinya proses orogenesis. Pertama, tumbukan lempeng kontinen diberikan untuk menerangkan proses pembentukan rangkaian pegunungan seperti Alpen, Himalaya dan Appalachian. Kedua, pegunungan tipe Andes, proses orogenesis berasosiasi dengan zona penunjaman dari kerak samudera yang menjelaskan proses pembentukan rantai pegunungan circum pacific. Penemuan yang terbaru menunjukkan adanya mekanisme lainnya pada proses orogenesis. Penemuan tersebut antara lain adalah fragmen kerak bumi yang relatif kecil bertumbukan dan bergabung dengan tepi benua. Akibat dari proses tersebut telah terjadi perkembangan beberapa sistem pegunungan di sekeliling Pasifik.

Para peneliti percaya bahwa pertumbuhan kerak kontinental diawali dengan kerak kontinental yang kecil, seperti kenampakan Madagaskar sekarang ini. Sedangkan beberapa lainnya pada awalnya terdapat di dasar laut kemudian mengalami pengangkatan. Lebih dari seratus kenampakan yang demikian disebut dataran tinggi oseanik telah diketahui keberadaanya sekarang ini. Dataran tinggi semacam ini yang dipercaya sebagai penenggelaman kerak kontinental, lenyapnya busur vulkanik atau penenggelaman rangkaian vulkanik yang dihasilkan oleh aktivitas titik panas (hot spot).

Pandangan yang sekarang muncul adalah kerak oseanik yang bergerak akan membawa dataran tinggi oseanik atau fragmen kerak kontinental menuju zona subduksi. Di tempat ini fragmen dari kerak tersebut akan terpotong-potong dan akan terangkat dalam potongan-potongan yang tipis ke atas blok kontinental yang telah ada sebelumnya. Material baru yang terbentuk tersebut disebut terrane, yang akan menambah luas kerak kontinental dan akan terus terdorong lebih ke daratan oleh desakan potongan kerak lainnya.

ORIGIN DAN EVOLUSI KERAK KONTINENTAL

Pada bagian sebelumnya kita telah mempelajari bahwa teori tektonik lempeng telah menjelaskan suatu model pengujian pembentukan rangkaian kompleks pegunungan. Tetapi apa peran teori tektonik lempeng dan pembentukan pegunungan pada mulajadi dan evolusi kerak kontinental? Pada saat ini tidak ada jawaban yang dapat menjelaskan pertanyaan tersebut. Belum adanya kesepakatan dianatara para ahli geologi disebabkan oleh kompleksnya material penyusun kerak kontinental, sehingga sulit untuk menerangkan sejarah pembentukannya. Tetapi selama dua dasawarsa terakhir ini suatu lonjakan yang besar telah terjadi mengenai ilmu geologi dan teka-teki yang selama ini muncul mulai dapat diberikan jawabannya.

Salah satu pendapat mengatakan bahwa kerak kontinental mengalami pertumbuhan menjadi lebih besar sepanjang waktu geologi oleh penambahan material yang berasal dari mantel bumi bagian atas. Prinsip dasar dari hipotesis ini adalah kerak bumi pada awalnya adalah kerak samudera dan kerak kontinental sangat kecil bahkan mungkin tidak ada. Selanjutnya dikatakan pembentukan material penyusun kerak kontinental terjadi dalam dua fase yang berbeda. Fase pertama terjadi pada mantel bumi bagian atas tepat di bawah pematang samudera. Di tempat ini pencairan sebagian batuan peridotit menghasilkan magma basaltik yang naik ke atas membentuk kerak samudera. Batuan dasar samudera kaya akan silika, potasium dan sodium dan miskin akan besi dan magnesium dibandingkan dengan batuan yang berasal dari mantel bumi bagian atas.

Selengkapnya...